Rabu, 22 April 2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

         Perkembangan peserta didik seutuhnya menggambarkan adanya suatu perubahan dalam diri seseorang, baik itu perkembangan fisik, emosional, sosial, intelegensi maupun perkembangan spiritual yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pendidikan di sekolah lebih dikenal dengan sebutan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar ini terjadi dengan melibatkan banyak faktor, baik pendidik, peserta didik, bahan atau materi, fasilitas maupun lingkungan. Belajar harus direncanakan, disusun dan dievaluasi hasilnya, artinya bahwa berhasil atau tidak pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada proses belajar dan hasilnya.

          Proses belajar-mengajar dikatakan baik, apabila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif, dan sasaran yang akan dicapai dari pembelajaran  bisa terlaksana dengan baik, sehingga penguasaan konsep materi  belajar  yang diinginkan bisa tercapai. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran  ilmu  pengetahuan alam khususnya untuk mata pelajaran fisika yaitu rendahnya tingkat pemahaman konsep fisika peserta didik. Banyak  peserta didik yang tidak menyukai mata pelajaran fisika karena mereka beranggapan bahwa, pelajaran fisika itu sulit, menakutkan dan tidak bermanfaat dalam kehidupan peserta didik.[1]
Agar pembelajaran fisika disukai oleh peserta didik maka  pelaksanaan  pembelajaran  haruslah  menyenangkan dan menantang. Untuk itu proses kegiatan belajar mengajar sangatlah dominan dalam melaksanakan skanario pembelajaran.

         Pada saat proses pembelajaran berlansung, nampak sebagian besar peserta didik belum belajar sewaktu guru mengajar. Hal ini dapat diketahui dari hasil prasurvei dan  wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 26 januari 2015[2]. Dilaksanakan di SMP Negeri 30 Bandar Lampung beberapa peserta didik  memberikan keterangan pada saat wawancara bahwa pembelajaran fisika dianggap pelajaran yang banyak rumus. Kendala yang dirasakan pada saat mengikuti proses pembelajaran fisika adalah  peserta didik sulit dalam memahami konsep pembelajaran fisika yang disampaikan oleh guru. Dalam kegiatan proses pembelajaran, materi yang disampaikan  tidak kontektual tidak melibatkan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata akibatnya guru kurang mendorong peserta didik untuk dapat menerapkan materi yang telah peserta didik  peroleh dari guru.

        Dengan nilai peserta didik  sangat rendah sehingga masih banyak peserta didik yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar ulangan harian fisika semester ganjil kelas VIII SMPN 30 Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

Tabel I
Nilai Mid Semester Ganjil Materi Pelajaran IPA Fisika Peserta Didik Kelas VIII SMPN 30 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015
NO
Nilai
VIII A
VIII
B
VIII
C
VIII
D
VIII
E
Jumlah peserta didik
Presentase
%
1.
90 – 99
1
2
8
3
5
19
5%
2.
80 – 89
4
6
5
7
6
28
7%
3.
70 – 79
5
6
9
9
7
36
25%
4.
60 – 69
13
11
10
10
9
53
35%
5.
50 – 59
12
10
3
7
7
39
28%
Jumlah
35
35
35
35
34
174
100%
Sumber Data: hasil prasurvei SMPN 12 Bandar Lampung
Data di atas menunjukkan hasil belajar siswa yang telah dicapai, hanya 25% peserta didik  yang mampu mencapai KKM, yaitu dengan nilai KKM 70, sedangkan 75% siswa masih belum mencapai nilai yang sesuai harapan. Data di atas adalah data kemampuan kognitif, yang menjadi acuan dasar dalam mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep peserta didik di SMPN 30 Bandar Lampung karena pada hakikatnya pemahaman konsep mempunyai hubungan sangat erat dengan kemampuan kognitif. 

       Fisika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan fenomena alam secara sistematis. Selain itu pembelajaran fisika juga melibatkan peserta didik secara aktif untuk interaksi dengan objek konkrit. Dilihat dari pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik di lapangan terdapat kecenderungan bahwa proses belajar mengajar dikelas berlansung secara klasikal dan hanya tergantung pada buku teks dengan model pembelajaran konvensional (ceramah dan diskusi)  yang menitik beratkan proses mengahafal dari pada pemahaman konsep, sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi peserta didik.

        Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah getaran dan  gelombang. Pemilihan materi ini dilakukan kerena konsep ini banyak dijumpai didalam kehidupan sehari-hari, namun sering  peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan getaran dan gelombang. pembelajaran berbasis kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari dapat membantu peserta didik memahmi konsep-konsep getaran dan gelombang dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik supaya hasil belajar yang di harapkan dapat diperoleh lebih baik.
        Aspek yang mendasar yang dimiliki fisika adalah eksitensinya sebagi pengetahuan yang lahir dari pengamatan dan fakta-fakta. Artinya dalam memahami sesuatu tentang gejala alam, fisika selalu mendasarkan kegiatan pengamatan atau observasi dan memperoleh kebenaran secara empiris melalui panca indra. Dari pengamatan dan fakta-fakta inilah terbentuk konsep-konsep fisika yang mendasar terbangunnya ilmu fisika.[3] Oleh karena itu untuk mentransfer konsep-konsep fisika dari guru ke peserta didik seharusnya juga memberikan penekanan pada kegiatan-kegiatan pengamatan secara lansung. Hal ini dimaksudkan agar terbentuk konsepsi yang jelas dan benar secara keseluruhan. Disamping itu pengamatan secara lansung mempunyai manfaat bagi penataan struktur kognitif peserta didik. Sebelum memasuki pembelajran fisika, peserta didik sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan fisika. Pemenuhan komponen-komponen pokok pengajaran sebagi tuntutan yang mendasar harus mengacu kepada hakikat sains yakni bersifat konvensional.
        Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para peserta didik dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pembelajaran akademis dengan konteks kehidupan yang nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, peserta didik melihat makna didalam tugas sekolah. Ketika peserta didik menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan, menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akdemis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dengan cara ini mereka menemukan makna.[4]

        Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sulitnya peserta didik dalam memahami konsep pembelajaran fisika, dan model yang digunakan guru dalam pembelajaran dikelas masih menggunakan model konvensional. Hal ini  menjadikan peserta didik dalam proses pembelajaran kurang efektif. Situasi pembelajaran akan lebih aktif jika ditunjang dengan model pembelajaran serta media pembelajaran yang sesuai dan bisa berpengaruh pada  ke hasil kognitif peserta didik.     Menurut penulis salah satu alternatif yang dapat digunakan dengan adanya masalah pembelajaran diatas adalah dengan menggunakan model contextual teaching and learning (ctl), model contextual teacing learning  ini menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang pendidik kepada peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai pelajaran secara optimal serta melatih peserta didik mandiri dalam setiap tugas yang diberikan pendidik. Oleh karena itu model contextual teacing and learning merupakan  suatu  proses  pembelajaran  holistik  yang  bertujuan untuk membelajaran peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditranfer dari satu konteks permasalahan  yang  satu ke permasalahan yang lainnya.

        Menurut E.B.jhonson “menyebutkan pembelajaran kontektual adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.”[5]
 



        Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa Pembelajaran yang dilaksanakan melalui model kontekstual diharapkan mampu mengubah cara belajar peserta didik yang selama ini lebih banyak bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan terbiasanya peserta didik belajar belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep materi  yang dipelajari, diharapkan kualitas dan pemahaman konsep peserta didik lebih baik.

         Menyadari begitu pentingnya proses  pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik , maka penulis menarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Pemahaman konsep Fisika Peserta didik Kelas VIII SMPN 30 Bandar Lampung Mata Pelajaran Getaran dan Gelombang“

B.  Identifikasi Masalah
         Berdasarkan latar belakang yang sudah di kemukakan dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
1.    Rendahnya tingkat pemahaman peserta didik.
2.    Peserta didik belum mampu menerapkan pembelajaran dalam memecahkan
     masalah sehari-hari yang kontekstual.
3.    Dalam proses pembelajaran peserta didik kurang aktif.
4.    Belum tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam kegiatan
     belajar peserta didik.

C.  Pembatasan masalah
         Untuk menghindari terlalu luas masalah dalam penelitian ini, maka penulis memberi batasan sebagai berikut:

1.    Model pembelajaran kontekstual yang digunakan merujuk pada pandangan Elaine         
     B. Johnson  yaitu pembelajaran yang bermakna.
2.      Materi yang akan diajarkan adalah materi Getaran dan Gelombang, dan hasil penelitian ini yang akan dilihat adalah  pemahaman  konsep, peserta didik kelas VIII A dan VIII B SMPN 30 Bandar Lampung T.P 2014/2015.

D.  Rumusan Masalah
         Masalah yang akan diteliti pada penelitian  ini dirumuskan sebagai berikut:
“Adakah  pengaruh Contextual Teaching and Learning (CTL)  terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMPN 30 Bandar Lampung kelas VIII pada mata pelajaran getaran dan gelombang?”

E.       Tujuan Penelitian
         Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada mata pelajaran getaran dan Gelombang  di kelas VIII SMP N 30  Bandar Lampung.


F.     Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1.        Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran khususnya pada pembelajaran fisika dengan menggunakan Model  Contectual Teaching and Learning (CTL).
2.      Bagi pendidik, penelitian ini dapat dijadikan masukan atau sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan dan pengembangan  kegiatan  pembelajaran di sekolah.
3.      Bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan memudahkan peserta didik dalam memahami dan menguasai fisika melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran.
4.      Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan.











BAB II
LANDASAN TEORI



A.           Deskripsi Teori

    Teori yang akan dideskripsikan pada bab ini adalah (1) Hakikat belajar, (2) model pembelajaran, (3) Model Contextual Teaching and Learning (4) Proses kontekstual tersusun oleh delapan komponen, (5) Karakteristik pembelajaran kontekstual, (6) Prinsip pembelajaran kontekstual (7) Komponen pembelajaran kontekstual (8) Kelebihan dan kekurangan model kontektual teaching and learning, (9) Pemahaman konsep, (10) Prinsip belajar kognitif.

1.        Hakikat belajar dan Pembelajaran
        Hakikat Belajar Belajar adalah aktivitas yang yang dapat menghasilkan perubahan dalam diri seseorang baik secara aktual maupun potensial, perubahan yang didapat sesungguhnya adalah kemampuan yang beru ditempuh dan dalam jangka waktu yang lama, perubahan ini terjadi karena adanya usaha dari dalam diri setiap individu.
        Menurut Gagne mendefinisikan “belajar sebagi suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan menusia seperti sikap, minat atau nilai dan perubahan kemampuan yakni peningkatkan  kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Sedangkan menurut Sunaryo belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang atau menghasilkan perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dan pengetahuan, sikap, keterampilan”.

        Jika disimpulkan dari kedua pendapat diatas, belajar adalah suatu peroses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adnya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam belajar meliputi:
a.       Perinsip kesiapan
Tingkat keberhasilan belajar tergantung pada kesiapan pelajar.
b.      Tingkat keberhasilan
         Belajar juga tergantung pada kmampuan pelajar   mengasosiasikan atau hubungan-hubungan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah ada dalam ingatan: pengetahuan yang sudah dimiliki, pengalaman, tugas yang kan datang, masalah yang pernah dihadapi.
c.       Perinsip latihan
        Pada dasarnya mempelajari sesuatu itu perlu berulang-ulang atau diulang-ulang, baik mempelajari pengetahuan maupun keterampilan. Bahkan juga dalam kawasan efektif.




d.        Perinsip efek (akibat)
         Situasi emosional pada saat belajar akan mempengaruhi hasil belajarnya. Sedangkan  hakikat pembelajaran dapat didefinisikan sebagi suatu sistem atau proses pembelajaran subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai  tujuan pembelajaran secara  efektif dan efesien.
         Pembelajaran juga dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumalah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan tujuan pembelajaran, meteri pembelajaran, strategi, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evalusi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran. Kedua pembelajaran dipandang sebagi suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya kegiatan guru dalam rangka membuat peserta didik belajar. Proses tersebut meliputi:

a.    Persiapan, dimulai dari perencanaan program pembelajaran.
b.    Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan
     pembelajaran yang telah dibuat.
c.    Menindak lanjuti pembelajaran yang telah dikelola.[6]

2.      Model Pembelajaran
            Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik di kelas   memerlukan suatu Model pembelajaran yang konseptual  agar tercipta kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan tujuan pembelajaran bisa berjalan dengan baik.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan yang dapat dipahami sebagai suatu tipe atau desain, suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuai atau tidak dengan lansung diamati.[7]

Model pembelajaran yaitu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Munculnya pembelajaran sesuai ketidak mampuan sebagai peserta didik menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan tersebut pada saat dan kemudian hari dalam kehidupan manusia.[8] Fungsi model pembelajaran adalah sebagi pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dan melaksanakan pembelajaran.
Dari pendapat diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pembelajaran yang akan dilaksanakan dikelas memerlukan perencanaan secara sistematis dan dievaluasi agar pembelajaran yang direncanakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
3.      Model Contextual Teaching  and Learning (CTL)
a.             Pengertian pembelajaran kontextual
         Dalam pengertian etimologi kata kontextual berasal dari bahasa inggris, Contextual, yang berarti mengikuti konteks, atau dalam konteks. Secara umum kata kontextual berarti, sesuatu yang berkenan, relevan dan hubungan atau kaitan lansung, mengikuti konteks atau sesuatu yang membawa maksud, makna dan kepentingan.[9]

         Sedangkan secara terminologi, pengertian pembelajaran  kontekstual yaitu menurut E.B. Jhonson menyebutkan bahwa “pembelajaran konstektual adalah suatu sistem pembelajaran yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka mengkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka mengkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka mengaitkan informasi-informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya”      
       Pembelajaran kontekstual ini menekankan keterlibatan peserta didik secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan mampu mengaitkan materi yang mereka peroleh dari guru  kedalam kehidupan nyata.model pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menghubungkan antara materi ajar dengan kehidupan nyata peserta didik. baik yang berhubungan dengan lingkungan pribadi,sosial, agama, maupun budaya yang ada. Sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
4.    Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
         
         Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa Karakteristik yang khas  yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain.
Menurut muslich pembelajaran kontekstual  mempunyai karakteristik  sebagai berikut:
a.         Pembelajaran dilakukan dengan autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan
pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau Pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan alamiah.
b.        Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengerjakan tugas-
       tugas yang bermakna.
c.         Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna bagi
       siswa.
d.        Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi saling intropeksi
       antar teman.
e.         Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,
       kerjasama, dan saling memahami secara mendalam.
f.         Belajar dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja
       sama.
g.        Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi menyenangkan.[10]
Selanjutnya sanjaya menyebutkan karakteristik utama pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
Dalam pembelajaran merupakan proses menghidupkan kembali pengetahuan yang sudah ada atau yang sudah di pelajari, dengan demikian pengetahuan yang diperoleh siswa memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam pembelajaran merupakan pembelajaran dalam rangka memperoleh pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya. Pengetahuan yang juga diperoleh oleh siswa tidak hanya untuk dihafal melaikan untuk dipahami. Kemudian di praktikkan atau diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehingga tampak perubahan pada prilaku siswa.[11]

5.        Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual
Perinsip pembelajran kontekstual menurut Menurut Eliane B. Jhonson ada tiga prinsip ilmiah pembelajaran kontekstual, yaitu:
a.       Prinsip kesaling bergantungan
         Prinsip  kesaling bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa mereka, dan masyarakat serta lingkungan. Prinsip kesaling tergantungan ada dalam segalanya sehingga memungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakna. Prinsip kesaling tergantungan memungkinkan kita memasangkan tujuan yang jelas mendukung kerjasama, dengan kerjasama para siswa terbantu dalam menyelsaikan persoalan dan masalah yang dihadapi, serta dapat mencari solusi dari masalah tersebut bersama-sama yang menuntun pada keberhasilan.
b.      Prinsip deferensiasi
        Prinsip deferensiasi mendorong alam semesta menuju keagamaan yang tak terbatas, dan hal itu menjelaskan kecenderungan entitas-entitas yang berbeda untuk berkerjasama dalam bentuk yang disebut simbiosis. Jika para pendidik percaya dengan prinsip deferensiasi yang dinamis ini meliputi semua sistem kehidupan maka mereka pasti ingin mengajar dengan prinsip itu. Mereka akan melihat prinsip itu menuju kreatifitas, keunikan, keragaman, dan kerja sama.
c.       Prinsip pengaturan diri
        Prinsip pengaturan diri meminta kepada para pendidik untuk mendorong kepada semua siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan prinsip ini, sasaran utama pembelajaran kontekstual adalah membantu para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh ketarampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya. Ketika para siswa menghubungkan materi akademik dengan  konteks keadaan pribadi mereka, mereka terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Dalam keadaan tersebut, para siswa menemukan minat mereka. Mereka menemukan siapa diri mereka sebanarnya dan apa yang bisa mereka lakukan. Mereka menciptakan diri mereka sendiri.[12]
6.      Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:

a.       Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c.       Mengebangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d.      Menciftakan masyarakat belajar (belajar dengan kelompok-kelompok).
e.       Mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f.       Melakukan reflaksi diakhir pertemuan
g.      Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara[13]

7.    Komponen-komponen pembelajaran kontekstual
        Pembelajaran kontektual memiliki konponen-konponen dimana konponen itu tersusun menjadi tujuh konponen yang akan di jelaskan sebagai berikut:
a)      Konstruktivisme
         Siswa  harus menemukan dan menstranformasikan suatu informasi kompleks kesituasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi proses mengkstruksikan bukan menerima pengetahuan. Delam pandangan Konstruktivisme,  strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingakan beberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1). Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2). Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; (3). Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b)       Bertanya
          Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategiutama pembelajaran yang berbasis pembelajaran kontekstual dalam sebuah pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk (1). Menggali informasi; (2). Mengecek pemahaman siswa; (3). Membengkitkan respon pada siswa ; (4). Mengetahui sehjauh mana keingin tauhaun siswa; (5). Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (6). Memfokuskan perhatian siswa;(7). Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari peserta didik.

c)      Menemukan.
        Menemukan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan kegiatan kontekstual. Pengetahuan yang diperoleh bukan hanya dari mengingat saja tetapi hasil menemukan. Siklus inquiri adalah: 1.Observasi. 2. bertanya. 3. Mengajukan dugaan. 4. Pengumpulan data. 5. Menyimpulkan. Adapun langkah-langkah menemukan sendiri adalah: 1. Meruuskan suatu masalah dalam mata pelajaran. 2. Melakukan pengamatan. 3. Analisis penyajian hasil tulisan. 4. Mengdiskusikan hasil karya pada teman satu kelas.
d). Masyarakat belajar.
       Dengan pendekatan kontekstual, guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Peserta didik  dibagi dalam kelompok-kelompok yang jumlahnya hetrogen. Yang pandai mangajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong yang lambat. Kelompok peserta didik biasa sangat bervariasi bentuknya dan juga jumlahnya. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Saling memberi informasi kepada teman kelompoknya.
e). Pemodelan
        Dalam sebuah pembelajaran ketermapilan dan pengetahuan tertentu, ada model yang bida ditiru, untuk memberikan cntoh dalam mengerjakan sesuatu dalam belajar, kegiatan itu tersebut pemodelan. Dalam pendekatan kontekstual guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa untuk menjadi model terhadap teman-temannya.

f).  Refleksi
        Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari, siswa mengedapankan apa yang baru dipelajarinya sebagi struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Dengan kata lain refleksi adalah sesuatu pembenahan diri proses belajar yang telah atau baru dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahn siswa dalam belajar dapat diperbaiki.
g).Penilaian nyata
         Penilaian nyata atau assessment adalah proses pengumpulan data yang biasa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karena assessment menekankan proses pembelajaran. Maka data dapat dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Data diambil ketika baik didalam kelas maupun diluar kelas, itulah yang disebut data autentik. Karakteristika data assessment adalah:
(1). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlansung. (2).biasanya digunkan untuk formatif dan sumatif. (3). Mengukur ketrampilan dan performansi. (4).Berkesinambungan. (5).terintegragrasi. (6).Dapat digunakan sebagi timbal balik.[14]

8.    Kelebihan  dan kekurangan Model Conextual Teaching and Learning (CTL)

        Model Conextual Teaching and Learning hakikatnya memiliki kelebihan dan kekurangan dimana kelebihan dan kekurangan didalam pembelajaran itu akan saling melengkapi kelebihan dan kekurangan itu sendiri akan dijelaskan sebagi berikut:
a.    Kelebihan
ü Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akanberfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

ü Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui “memahami” bukan “menghafal”.

b.    Kekurangan/kelemahan
ü Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

ü Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi– strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.[15]

9.    Perbedaan Model  CTL dengan pembelajaran konvensional.
memahami model CTL dengan pembelajaran konvensional Menurut wina sanjaya terdapat Perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional
Tabel 2
Perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional

No
Pembelajaran CTL
Pembelajaran konvensional
1.                   
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa penerima informasi secara pasif.
2.                   
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi dan saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual.
3.                   
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4.                   
Bahasa diajarkan dengan pendekatan komulatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham.
5.                   
Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skema masing-masing kedalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menerima rumus atau akidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghapal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran.
6.                   
Pengetahuan yang dimuliki menusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciftakan atau membangun pengetahuan dengan cara memahami penaglaman,
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada diluar diri sendiri.
7.                   
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, seperti :proses bekerja, hasil karya, penampilan, tes dan lain-lain.
Hasil belajar diukur dengan tes.
8.                   
Pembelajaran terjadi diberbagai tempat, konteks dan setting. Prilaku dibangun atas kesadaran diri.
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.
9.                   
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Prilaku dibangun atas kebiasaan.[16]

10.              Pemahaman  Konsep
        Pemahaman konsepdalam proses mengajar, merupakan hal terpenting karena pencapaian pada tujuan yaitu agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya. Kemampuan pemahaman ini merupakan hal yang sangat fundamental, karena denganpemahaman akan dapat mencapai pengetahuan prosedur.
 Menurut Purwanto pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Sementara Mulyasa  menyatakan “bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu”. Selanjutnya Ernawati mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman adalah “kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami,mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya”.
Menurut  Virlianti mengemukakan bahwa “pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait”.

         Berdasarkan pengertian pemahaman diatas, penulis menyimpulkan pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam memahami dan mengemukakan tentang sesuatu yang diperolehnya.[17]
Sedangkan Pemahaman konsep Fisika“kemampuan pehamanan umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar.siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, atau mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat dimanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain.’’[18]

        Pemahaman berasal dari kata paham dalam kamus bahasa indonesia diartikan menjadi benar. Seseorang dikatan paham terhadap suatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskannya.
“Benyamin S Bloom memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.’’[19] pemahaman termasuk pada kawasan kognitif.    
        Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan. Pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 katagori, yaitu:
1.    Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, urai dari penerjemahan dalam  
     arti yang sebenarnya dan mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip.

2.    Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian
     terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian  
     grafik dengan kejadian, pembedakan yang pokok dengan yang tidak pokok.

3.    Tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan eksplorasi , berarti seseorang
     mempu melihat dibalik yang ditulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan
     pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau syimbol, serta
     kemampuan membuat kesimpulan yang dihungungkan dengan implikasi dan
     konsekuensinya.[20]

       Bedasarkan taksonomi bloom, pemahaman merupakan jenjang kognitif C2 yang dalam bahasa inggris disebut comprehenson, istilah ini kemudian pengalami perluasan makna menjadi understanding.
         Konsep merupakan bentuk abstrak dari suatu prinsip atau teori yang bisa dipahami dan dijabarkan baik secara implisit maupun eksplisit.
Berdasarkan revisi taksonomi bloom yang dikemukakan oleh anderson dan krathwohl terdapat 7 indikator yang dapat dikembangkan dalam tingkatan proses kognitif pemahaman konsep (understanding). Ke-7 indikator ini akan disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3
Katagori dan proses kognitif pemahaman[21]

Katagori dan proses kognitif( catagories &kognitive proceses)


Indikator

Definisi (definition)
Pemahaman
(understand)

Membangun makna berdasarkan tujuan pembelajaran, mencakup, komunikasi oral, tulisan dan grafis(construct meaning from instructional messages, including oral, written, and graphic communication)

1.                  Interpretasi
(interpreting)
ü    Klarifikasi (clarifying)
ü    Paraphrasing (prase)
ü    Mewakilkan (representing)
ü    Menerjemahkan (transleting)
Mengubah dari bentuk yang satu kebentuk yang lain (changging from one form of refresentation to another)
2.                  Mencontohkan
(exemplifying)

ü    Menggambarkan (illustrating)
ü    Instantiating
Menemukan contoh khusus atau ilustrasi dari suatu konsep atau prinsip (finding a specific example or ilustration of a concept or principle)
3.                  Mengklasifikasikan
(classifying)
ü    mengkatagorisasikan (categorizing)
ü    subsuming


Menentukan sesuatu yang dimiliki suatu katagori (determining that something belongs to a category)
4.                  mengeneralisasikan (summarizing)

ü    mengabstraksikan (abstracting)
ü    mengeneralisasikan (generalizing)
Pengabstrakan tema-tema umum atau poin-poin utama (abstracting ageneral theme or major poin(s))
5.                  inferensi (inferring)

ü    menyimpulkan (concluding)
ü    mengektrapolasikan (extrapolating)
ü    menginterpolasikan (interpolating)
ü    memprediksikan
( predicting)
Menggambarkan kesimpulan logis dari informasi yang disajikan ( drawing a logical conclusion from from presented information)
6.                  membandingkan (comparing)

ü    mengontraskan (contrasting)
ü    memetakan (mapping)
ü    menjodohkan (metching)
Mencari hubunganan antara dua ide , objek atau hal-hal serupa (detecting correspondences between two ideas, object and the like)
7.      menjelaskan
( explaining)
ü    mengkronstruksi model (constructing models)
mengkronstruksi model akibat dari suatu sistem (constructing a cause and effect model of a system




11.              Prinsip belajar kognitif
        prinsip belajar kognitif yaitu “belajar kognitif melibatkan proses pengenalan atau penemuan” belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah dan selanjutnya membentuk prilaku baru. Berpikir, menalar, menilai, dan berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam belajar kognitif:
a.         Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkungan yang relaven sebelum.
       proses kognitif terjadi
b.        Hasil belajar kognitif akan bervariasi pada saat peserta didik sesuai perbedaan
       dan tarap perkembangan kognitifnya.
c.         Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata, kemampuan membaca,
percakapan, dan pengalaman berpengaruh lansung terhadap proses belajar kognitif.
d.        Pengelaman belajar harus diorganisasikan kedalam satuan-satuan atau unit-unit
       yang sesuai.
e.    Penyajian konsep yang bermakna sangat berpengaruh dalam proses kognitif.
f.     Prilaku pencarian, penerapan, pendefinisian, dan penilaian sangat diperlukan untuk
     menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.
g.    Dalam memecahkan masalah, peserta didik harus dibantu untuk mendefinisikan
dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, penafsiran dan penganalisa masalah, serta memberikan kemungkinan untuk berpikir.
h.    Perhatian lebih terhadap hasil kognitif akan memungkinkan proses pemecahan

     masalah, analisis,sintesis dan penalaran.[22]

B.  Deskripsi materi fisika
       Dalam penelitian ini materi yang akan peneliti gunakan adalah materi getaran dan gelombang
`1. Getaran
       Getaran adalah:gerak bolak-balik benda  secara teratur melalui titik keseimbangan.Salah satu ciri getaran adalah adanya amplitudo ( simpang terbesar suatu getaran ).
gambar getaran:
Periode dan frekuensi getaran
         Periode adalah waktu yang di perlukan benda untuk melakukan satu kali getaran.Periode dinyatakan dalam satuan sekon.
Periode dapat di nyatakan dalam rumus matematika sebagai berikut.
       
Ferkuensi adalah jumlah getran dalam satu sekon. Satuan ferkuensi adalh hertz (Hz)  Frekuensi dapat dinyatakan dalam satuaan matematika sebagai berikut:
Hubungan antara frekuensi da periode dinyatakan sebagai berikut:
Keterangan :
 f= ferekuensi              T= periode
1.    gelombang
          Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang terjadi karna adanya sumber getaran. Pada perambatanya gelombang merambatkan energy gelombang, sedangakan perantaranya tidak ikut merambat.menurut zat perantaranya gelombang di bedakan menjadi dua macam yaitu :
1)   Gelombang mekanik adalah gelombang yang perambatanya memerlukan medium, contoh gelombang air dan gelombang bunyi.

2)   Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dalam perambatanya tidak memerlukan medium.contoh gelombang radio dan gelombang cahaya.

Gelombang transversal dan gelombang longitudinal
Berdasarkan arah rambat dan arah getaranya, gelombang dibedakan atas gelombang transversal dan gelombang  longitudinal.
1.      Gelombang transversal
       Adalah gelombang yang arah rambatanya tegak lurus terhadap arah getaranya. Gelombang transversal berbentuk bukit gelombang dan lembah gelombang yang merambat. Contoh gelombang pada tali, permukaan air dan gelombang cahaya.

Gambar gelombang transversal :
                    
Panjang gelombang pada gelombang transversal
       Panjang gelombang adalah panjang suatu gelombang yang terdiri dari satu bukit dan satu lembah gelombang.panjang gelombang di lambangkan dengan lamda, (α) dan satuanya adalah meter.
2.  Gelombang longitudinal
       gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya sejajar dengan arah rambatnya. Gelombang longitudinal berbentuk rapatan dan renggangan. Contohnya gelombang bunyi.
Gambar gelombang longitudinal :
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSmzVOfIZX7lrGRGMm0huYPW2HMOBSy07jlSsvj6qvrk-VJYJL6
Sedangkan Panjang gelombang longitudinal adalahpanjang satu gelombang yang terdiri dari satu rapatan dan satu renggangan. 
ü Peride gelombang (T)
Yaitu  waktu yang di perlukan untuk menempuh satu gelombang,satuanya adalah sekon (s)
ü  Frekuensi gelombang((f)
Yaitu jumlah gelombang yang terbentuk dalam satu detik, satuanya adalah Hz (hertz)
ü  Cepat rambat gelombang (v)Yaitu jarak yang di tempuh gelombang dalam waktu satu detik satuanya adalah meter/detik (m/s)
Hubungan antara panjang gelombangn, periode, frekuensi, dan cepat rambat gelombang.        
Rumus dasar gelombang adalah:  λ = vT atau v =  λ/T Dan f = 1/T maka  v = λ f
     Keterangan:
 v  = cepat rambat gelombang (m/s)
λ = panjang gelombang (m)
T   = periode (s)
f = frekuensi (Hz) [23]

C.  penelitian yang relavan

       Elok sudibyo, pada jurnal pendidikan vol.9 No.1 yang berjudul pengaruh model kontexstual teaching and learning terhadap hasil belajar  “ banyak peserta didik yang merasa tidak memerlukan pembelajaran fisika karena mereka beranggapan bahwa pembelajaran ini tidak bermanfaat dalam kehidupannya dan hasil belajar peserta didik rendah, oleh karena itu upaya yang dilakukan utnuk meningkatkan hasil belajar peserta didik yaitu dengan mengaitkan materi fisika dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menerapkan pembelajaran kontekstual tersebut dapat menuntaskan hasil belajar fisika peserta didik, yaitu peserta didik VIII-A telah mencapai ketuntasan belajar fisika mencapai 87,3 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil  peserta didik dalam pembelajaran fisika. Antara lain:(1) peserta didik menunjukkan sikaf positif terhadap pembelajaran fisika,(2) antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran fisika dapat katagorikan tinggi (3) peserta didik percaya bahwa keberhasilan atau kegagalan pada mereka sendiri , dan mereka juga terlihat berusaha yang tinggi.

       Lia mardianti pada tahun 2011 pada media pembelajaran dan ilmu pengetahauan yang berjudul “pengaruh model contextual teaching and learning terhadap pemahaman konsep bunyi di SMP”. Nilai rata-rata pada pelajaran fisika selalu paling rndah dan tidak pernah mencapai 6,00 tiap tahun, oleh karena itu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika  dalam proses belajar menagajar yaitu dengan pendekatan inquiri terpimpin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan inquiri murni masih terasa berat pada peserta didik SMP. Hal ini terbentur pada alat-alat laboratorium, kemampuan dan pengetahuan peserta didik yang belum memadai serta keterbatasan alokasi waktu yang tersedia.

D.  Kerangka pikir
        Pada saat proses pembelajaran berlansung, nampak beberapa atau sebagian besar peserta didik sulit untuk memahami pembelajaran fisika. Selama pembelajaran guru belum memberdayakan potensi yang ada pada dirinya yang digunakan didalam pembelajaran biasanya guru menggunakan model konvensional yang sudah sering di terapkan kepeserta didik setiap kali pembelajaran dikelas dimana model konvensional ini guru menjelaskan peserta didim mendengarkan dengan mencatat dan dalam penyampaian materi yang diberikan belum dikaitan kedalam konteks kehidupan peserta didik, didalam penelitian ini model konvensional yaitu dengan menggunakan kelas kontrol sedangan model contextual teaching and learning kelas eksperimen. sehingga sebagian besar peserta didik belum mencapai kompetensi ndividual yang diperlukan untuk memahami pembelajaran yang sedang berlansung. Beberapa pesrta didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman , peserta didik baru enghapal fakta, konsep, prinsip hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan ,mereka belum dapat menggunakan dan menerapkan secara efektif dalam mengaitkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari kontekstual. Oleh karena itu perlu adanya upaya meningkatkan pemahaman pesrta didik dengan cara membuat pembelajaran menjadi bermakna yaitu pemebelajaran kontekstual.

        Meteri fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah getaran dan gelombang pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banayak dijumpai didalam kehidupan sehari-hari, namaun sering peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan getaran dan gelombang. Pembelajaran berbasis kontekstual yang sanantiasa mengaitkan  konsep dengan kehidupan sehari-hari dapat membantu peserta didik memahami konsep-konsep getaran dan gelombang dan meningkatkan pemahaman konsep dan hasil kognitif yang diperoleh lebih baik.

Pembelajaraan kontekstual bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan membuat hubungan anatar pengetahuan yang dimiliki dengan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelakjaran kontekstual diharapkan membantu proses belajar mengajar agar lebih efektif, menarik dan bermakna sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik.














Gambar kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


 


























E.  Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini   dibagi menjadi 2 yaitu:
a.       Hipotesis penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis terhadap masalah yang dikaji, yakni terdapat pengaruh pembelajaran fisika pada konsep getaran dan gelombang dengan menggunakan model kontextual terhadap pemahaman peserta didik.

b.      hipotesis statistik
 hipotesis statistik yang akan diujikan pada penelitian ini adalah:
untuk uji”t”
H0            :µE=µk
Ha            : µE> µk
Keterangan:
µE= Nilai rata-rata pamahaman peserta didik kelompok eksperimen
µk: Nilai rata-rata pamahaman peserta didik kelompok kontrol






BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Metode Penelitian Dan Desain Penelitian

        Dalam kegiatan penelitian ini yang akan penulis lakukan yaitu dengan menggunakan penelitian metode Quasi Eksperimen yaitu metode penelitian yang mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. [24]Dalam penelitian kuasi eksperimen tidak dilakukan rondominasi untuk memasukkan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol melainkan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya.
Desain penelitian ini adalah Nonequivalent control group design[25] Desain ini digunakan sebagi berikut.
Tabel 4
Desain Penelitian Quasi Eksperimen

Kelompok
Pretest
Perlakuan (x)
Posttest
Eksperimen
O1
XE
O2
Kontrol
O1
XK
O2


Keterangan :
O1        = pretest yang diberikan kepada kelas kontrol dan eksperimen.
O2          = posttestyang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas
              eksperimen kelas eksperimen diberikan angket.
XE      = Perlakuana terhadap kelompok eksperimen terhadap kelompok                   eksperimen berupa pembelajaran kontekstual
XK      = perlakuan terhadap kelompok kontrol berupa pembelajaran                                                  konvensional

B.       Variabel Penelitian

   Variabel Penelitian ini terdiri dari dua Variabel yaitu:

1.    Variabel bebas (X)
Variabel bebas yaitu Variabel yang mempengaruhi adalah pengaruh penggunaan model Contextual Teaching Learning.
2.    Variabel terikat (Y)
Variabel terikat yaitu Variabel  yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Adapun Variabel terikat dalam pelaksanaan penelitiannya adalah pemahaman konsep dari belajar Fisika peserta didik.

Pengaruh antara variabel bebac (X) dengan variabel terikat (Y) dapat digambarkan sebagai berikut:





Text Box: X
 



Gambar pengaruh variabel X dengan Y

Keterangan:     X= Pengaruh model Contextual Teaching Learning
Y= pemahaman konsep peserta didik .

C.  Populasi dan Sampel

1.     Populasi
        Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya[26]. Populasi dalam  penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP N 30 Bandar Lampung, yang berjumlah 163 pesera didik yang tersebar di 5 kelas.






2.      Sampel
        Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang terpilih untuk sumber data. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah dua kelas yaitu, kelas VIII A (35 peserta didik ) sebagai kelas eksperimen dan VIII  B ( 38 peserta didik ) sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang menggunakan Model contextual teaching and learning, sedangkan kelas kontrol kelas yang tidak menggunakan Model contextual teaching and learning.

D.      Tempat Dan Waktu Penelitian
 Penelitian yang dilakukan di SMP N 30 Bandar Lampung kelas VIII semester 2 (genap) T.P 2014/2015.
E.  Metode pengumpulan data
 Metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data yaitu
1.    Test
       Tes merupakan teknik pengambilan data yang diambil dari jawaban atas soal soal yang telah diberikan. Dengan demikian dapat menjadi tolak ukur keberhasilan penggunaan model Contextual Teaching Learning, test merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru pada setiap akhir penyajian materi pembelajaran.[27]



2.    Obeservasi
       Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlansung dan mencatat dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diteliti, seperti keadaan sekolah, serta kegiatan belajar mengajar didalam kelas.

3.        Wawancara
        Wawancara merupakan teknik pengumpulan data peneliti dengan
mengajukan pertanyaan oleh wawancara kepada responden, dan jawaban responden dicatat atau direkam oleh pihak wawancara. Jadi dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan cara menghimpunkan bahan-bahan keterangan untuk mendapatkan suatu informasi dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.[28]

4.        Dokumentasi
       Dokumentasi, digunakan untuk memperoleh data yang telah di dokumentasikan, seperti nilai hasil belajar peserta didik, jumalah peserta didik, yang berhubungan dengan penelitian.
5.        Angket
       Angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari proses belajar peserta didik. Angket yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan sejumalah lembaran pertanyaan atau pernyataan yang diajukan kepada peserta didik untuk dijadikan data apakah peserta didik merasa senang bila belajar didalam kelas menggunakan model Contextual teaching and learning, dalam artian akan melihat respon peserta didik terhadap model yang
diterapkan pada saat proses belajar didalam kelas.

F.       Instrumen Penelitian
       
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data penelitian. Dalam penelitian ini ada 2 instrumen yang digunakan yaitu tes dan non tes. Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data pemahaman peserta didik, berupa soal pilihan ganda dengan 4  alternatif jawaban, sedangkan instrumen non tes digunakan untuk mengetahui respon peserta didik terhadap pembelajaran kontektual yang telah diterapkan, yaitu menggunkan instrumen non tes berupa angket/kuisioner
        
          Instrumen non tes dikalibrasi oleh tim ahli,sedangkan instrumen tes dikalibrasi dengan menguji cobakan melalui validitas, uji reliabilitas,uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda.

G.      Prosedur penelitian
       Prosedur yang akan penulis lakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.        Tahap Persiapan
         Pada tahap persiapan ini dilakukan penyusunan RPP sesuai dengan materi pokok yang telah ditentukan, menyusun instrumen penelitian dan melakukan uji coba instrumen serta pengolahan data hasil uji coba instrumen yang dipakai pada pretest dan posttest.

2.        Tahap Pengambilan Data
       Tahap ini dengan memberikan pretest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik terhadap konsep yang akan dipelajari. Sebelum dilaksanakannya proses belajar. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan perlakuan berupa proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual sesuai RPP yang telah ditentukan

        Setelah proses pembelajaran, maka diadakan posttest.untuk mengetahui pemahaman konsep peserta didik setelah dilakukan kegiatan belajar serta untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.        Tahap penyelsaian

       Tahap penyelsaian merupakan tahap akhir dari penelitian pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan dan penganalisisan data hasil penelitian serta menguji hipotesis penelitian sampai pada penarikan kesimpulan.

Agar lebih mudah dipahami, berikut peneliti menyajikan prosedur penelitian dalam bentuk bagan dibawah ini



Tabel 5
Bagan Alur Prosedur Penelitian








Tahap penyelsaian
 

 













H.           Uji coba instrumen
        Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrumen dalam penelitian ini uji instrumen dilakukan pada peserta didik diluar kelas eksperimen dan kelas kontrol, kelas VIII C yang terdiri dari 39 peserta didik. Setelah melakukan uji coba instrumen langkah selanjutnya adalah mengoalah data hasil uji coba dengan mencari pembeda, tingkat kesukaran, reabilitas dan validitas.

1.        Uji validitas
        Validitas adalah suatu ukuran untuk menunjukkan tingkat kevaliditasan atau kesahihan suatu instrument.[29] Sebuah tes dikatakan valid jika memiliki validitas yang tinggi, yaitu apa bila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.[30] Untuk mengetahui indeks validitas dari tes bentuk objektif, dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
                       = koefisien korelasi biseral
Mp                   = Rerata skor pada tes dari peserta tes yang memiliki jawaban benar
Mt                   =  Rerata skor total
St                     = standar devisi skor total
p                      = proporsi peserta didik  yang menjawab benar
q                      = proporsi peserta didik  yang mawab salah (q=1-p)[31]

Adapun kriteria untuk validitas butir soal :
0,80 -1,00        : sangat tinggi
0,60 -0,80        : tinggi
0,40 ­­- 0,60       : sedang
0,20 – 0,40       : rendah
0,00 – 0,20       : sangat rendah [32].


2.        Uji Reliabilitas
       Reliabilitas merupakan tingkat konsisten atau kemantapan hasil adari dua pengukuran terhadap hal yang sama, dengan kata lain reliabilitas dapat diartikan sebagi skor yang diperoleh siswa yang sama ketika diuji ulang . Sedangkan untuk menguji reliabilitas soal tes dengan metode kuder Richardson yaitu dengan menggunakan rumus KR-20[33]
       r11= () ()
Keterangan:
r11  = Koofesien reliabilitas
P   = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
Q  = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
     (q= 1 – p)
pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n/k            =Banyaknya item
S2  = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar variasi)

3.        Uji tingkat kesukaran butir soal
       Uji tingkat kesukaran butir soal bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesui dengan kriteriaperangkat soal yang diharuskan untuk mengukur tingkat kesukaran untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap bitir soal digunakan rumus sebagi berikut[34]
       P
Keterangan:
P   : Indeks kesukaran
B  : Jumlah peserta didik yang menjawab soal tes dengan benar
JS : Jumlah peserta didik peserta tes

Klasifikasi indeks kesukaran:
0,00 <IK ≤ 0,30   :Soal sukar
0,30 <IK ≤ 0,70   :Soal sedang
0,70 <IK ≤ 0,10   :Soal mudah

4.        Uji daya pembeda
          Uji daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan kemampuan peserta didik. Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus berikut.[35]
         

Keterangan:
DP                     = Daya Pembeda
BA                     =Jumalah skor kelompok atas yang menjawab benar
BB                     = Jumalah skor kelompok bawah  yang menjawab benar
JA                      = Jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya
JB                      =Jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya.
Klasifikasi Daya Pembeda:
D ≤0                  :Sangat jelek
0,00 <D ≤ 0,20  : Jelek
0,20 <D ≤ 0,40  :Cukup
0,40 <D ≤ 0,70  :Baik
0,70 <D ≤ 1,00  :Baik sekali

I.              Teknik Analisis data Penelitian
         Untuk penganalisisan data dalam penelitian ini digunakan uji coba statistik dengan menggunakan uji-t tetapi sebelumnya dialakukan uji normatif dan uji homogenitas sebagi syarat dapat dilaksanakannya analisis data.

1.    Pengujian prasyarat analisis data
a.    Uji normalitas
       Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari popilasi yang berindustri normal. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors.
Langkah-langkah uji Liliefor adalah sebagi berikut.[36]
1.    Urutkan data sampel dari yang terkecil sampai yang paling besar
2.    Tentukan nilai Z, tiap-tiap data dengan rumus:
    
Keterangan :
Z1           = Skor baku
X         =Nilai rata-rata
X1           = Skor data-i
S          =Simpangan baku

3.    Menentukan besar peluang U
4.    ntuk masing-masing nilai Z1 berdasarkan tabel Z dan sebut dengan F(Z1)
Jika Z1> 0, maka F(Z1) =0,5+nilai tabel
Z1<0, maka F(Z1) =1-( 0,5-nilai tabel)


5.    Selanjutnya hitung proporsi Z1,Z 2,...,Zn yang lebih atau sama dengan Z, jika proporsi dinyatakan oleh s (Z), maka:
 yang ≤ Z1

6.    Hitung selisih  F(Z) –S (Z), kemudian tentukan harga mutlaknya
|F (Z) –S(Z)|           
7.    Ambil nilai terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut, nilai ini disebut Lo
            Lo= max F (Z) –S(Z)|
8.    Interpretasikan dengan membandingkan pada tabel L
9.    Kesimpulan
            Lo <Lt :Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
            Lo >Lt : Sampel  tidak berasal dari populasi yang berdistribusi 
                         Normal.

b.    Uji homogenitas
       Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi homogen atau tidak, dan untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi , Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher.[37]


F      ,dimana  S2 =
Keterangan:
F          : Homogenitas
S12          : Varians terbesar
S22          : Varians terkecil

Adapun kereteria untuk uji hemogenitasini adalah:
H0 diterima jika Fh<Ft                  H0= data memiliki varians homogen
H0 ditolak jika Fh> Ft                   H0= data  tidak memiliki varians homogen


c.    Uji hipotesis Dengan Menggunakan Uji-t
Pengujian hipotesis menggunakan uji-t dengan persamaan
t
keterangan:
M         : Nilai rata-rata hasil perkelompok
N         : Banyaknya subjek
X         : Deviasi setiap nilai X2 dan X1
Y         :Deviasi setiap nilai Y2 dan Y1






Dengan:
X2 =X2  ̶       , Y2 =Y2  ̶ 
H0 : tidak terdapat pengaruh pada model Contextual teacing and learning terhadap  hasil kognitif peserta didik

H1 :  terdapat pengaruh pada model Contextual teacing and learning terhadap hasil kognitif peserta didik.

Adapun kriteria pengujiannya adalah [38]:
H0 ditolak, jika thitung > ttabel, dalam hal lain H1 diterima
H0 diterima, jika thitung > ttabel, dengan α = 0,05 (5%)

Data yang diperoleh dari proses pembelajaran dianalisis secara deskriptif yaitu hasil yang diperoleh dari hal sebenarnya dari penelitian dalam bentuk presentase, dengan teknik analisa untuk ranah kognitif, dan angket yang berkaitan dengan model Contextual teacing and learning adalah sebagai berikut:

a)        Ranah kognitif (berkaitan dengan hasil belajar peserta didik ) analisis dengan soal-soal test pilihan ganda sebagai alat evaluasi untuk menilai ranah kognitif adalah sebagi berikut:
 X 100

b)   Analisis data pelaksanaan Model Contextual teacing and learning.
       Analisa data jawaban angket kuisioner tentang respon pembelajaran yang diterapkan oleh guru yang diperoleh respinden, dari intem pertanyaan setiap hasil jawaban yang diberikan oleh peserta didik kemudian dihitung presentasenya dengan  X 100, pertanyaan yang diberikan berjumlah 10 pertanyaan dan alternatif jawaban. Dimana jawaban A (sangat suka ), B(suka), C ( kurang suka) dan D (sangat tidak suka)


                [1]Elok Sudibyo, dkk,  Pengaruh  Kontektual   Untuk Meningkatkan Motivasi dan  Hasil Belajar Fisika SMPN 3 Perong, Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 9 No.1, Maret, h. 7.
[2] Wawancara Terhadap Guru Fisika SMP N 30 Bandar Lampung Ibu Arma.
 [3] Elok Sudibyo, dkk,  Pengaruh  Kontektual   Untuk Meningkatkan Motivasi dan  Hasil Belajar Fisika SMPN 3 Perong, Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 9 No.1, Maret, h. 7.
[4]Johnson, Elaine B.2011.contextual teaching learning menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikan dan menyengkan.Bandung:Kaifa,h.13
[5]Ibid,h.35

[6] Komala Sari, Kokom, 2010. Pembelajaran Kontektual  Konsep dan Aplikasi, Bandung: Pt. Refika Aditama
[7]Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung, Alfabeta,2003,h. 10
[8]Komala Sari, Kokom, pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, PT Refika Aditama Bandung 2010 h. 1
[9] Heri gunawan . Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Alfabeta: Bandung.2012, hlm.248
[10] Ibid, hlm 254-255
[11]Ibid, hlm 255
[12]Elaine B Johnson.Op.cit. hlm.72-83
[13]Trianto,Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana, 2009,h.111
[14]Syaiful  Sagala. Op.
Cit.,hlm 88-91
[16]Wina sanjaya. Op.cit, hlm 258-259
[17] Http:id .Pemahaman Konsep.com Kamis 22 januari
[18]: H.Daryanto Evaluasi Pendidikan , Rineka Cipta, Jakarta, Cetakkan ke-6,2010, hlm 106
[19]Hamzah B Uno, Perencanaan Pembelajaran, Bumi aksara, Jakarta, Cetakan Pertama 2006,h. 35
[20]Ian  ,pengertian pemahaman, 2010, http//ian43.wordpress.com /2010/12/17/pengertian pemahaman /,diakes tanggal 10 april 2012
[21]kristiono dan andi suhadi, penyusun dan analisis tes tambahan (understanding)konsep fisika dasar mahasiswa calon guru, 2010, http://seminar .uny.ac.id, diakses tanggal 19 januari 2015 pikul13:38
[22]Karwono dan Wularsih Heni, Belajar Dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber Belajar  Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,2012 Hal 40.
[23] http/www.Materi Getaran dan Gelombang, smp kelas VIII semester genap.
[24]Sugiyono, Metode penelitian penelitian kuantitatif,kualitatif, dan R & D, Bandung Alfabeta, 2006, hal. 77
[25] Ibid ,hal. 79
[26] Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, Bandung:Alfabrtha, 2013, h. 80
[27] Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan Dengan pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010, hal 42
[28]Sugiyono, Metode penelitian penelitian kuantitatif,kualitatif, dan R & D, Bandung Alfabeta, 2006, hal 137
[29] Suharsini Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2010, Cet, ke 11, hal 64

[30]Ibid, hal 65
[31]  Sumarna Surapanata. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interprestasi hasil Tes, Bandung Pt Remaja Rosdakarya. 2004, hal 6
[32] Ibid, hal.75
[33]Suharsimi Arikunto,op, cit,hal 100
[34]Sudjana, Metode statistika, Bandung:tarsito, 2005 hal 466
[35]Sudjana, Metode statistika, Bandung:tarsito, 2005 hal 208
[36]Sudjana, Metode statistika, Bandung: 2009,h. 466
[37] Ibid, hal 314
[38]Suharsimi arikunto, op. Cit hlm 309