BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan peserta didik seutuhnya menggambarkan adanya suatu
perubahan dalam diri seseorang,
baik itu perkembangan fisik, emosional, sosial, intelegensi maupun perkembangan
spiritual yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pendidikan di
sekolah lebih dikenal dengan sebutan proses belajar mengajar. Proses belajar
mengajar ini terjadi dengan melibatkan banyak faktor, baik pendidik, peserta
didik, bahan atau materi, fasilitas maupun lingkungan. Belajar harus
direncanakan, disusun dan dievaluasi hasilnya, artinya bahwa berhasil atau
tidak pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada proses belajar dan
hasilnya.
Proses
belajar-mengajar dikatakan baik, apabila proses tersebut dapat membangkitkan
kegiatan belajar yang efektif, dan sasaran yang akan dicapai dari pembelajaran bisa terlaksana dengan baik, sehingga penguasaan konsep materi belajar
yang diinginkan bisa tercapai. Salah satu masalah pokok dalam
pembelajaran ilmu pengetahuan alam khususnya untuk mata
pelajaran fisika yaitu rendahnya tingkat pemahaman konsep fisika peserta didik.
Banyak peserta didik yang tidak menyukai
mata pelajaran fisika karena mereka beranggapan bahwa, pelajaran fisika itu
sulit, menakutkan dan tidak bermanfaat dalam kehidupan peserta didik.[1]
Agar pembelajaran fisika disukai
oleh peserta didik maka pelaksanaan pembelajaran
haruslah menyenangkan dan
menantang. Untuk itu proses kegiatan belajar mengajar sangatlah dominan dalam
melaksanakan skanario pembelajaran.
Pada
saat proses pembelajaran berlansung, nampak sebagian besar peserta didik belum
belajar sewaktu guru mengajar. Hal
ini dapat diketahui dari hasil prasurvei dan wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 26
januari 2015[2].
Dilaksanakan di SMP Negeri 30 Bandar Lampung beberapa peserta didik memberikan keterangan pada saat wawancara
bahwa pembelajaran fisika dianggap pelajaran yang banyak rumus. Kendala yang
dirasakan pada saat mengikuti proses pembelajaran fisika adalah peserta didik sulit dalam memahami konsep
pembelajaran fisika yang disampaikan oleh guru. Dalam kegiatan proses
pembelajaran, materi yang disampaikan
tidak kontektual tidak melibatkan peserta didik secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan
nyata akibatnya guru kurang mendorong peserta didik untuk dapat menerapkan
materi yang telah peserta didik peroleh
dari guru.
Dengan nilai peserta didik sangat rendah sehingga masih banyak peserta
didik yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 70. Hal ini dapat
dilihat dari hasil belajar ulangan harian fisika semester ganjil kelas VIII
SMPN 30 Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
Tabel I
Nilai
Mid Semester Ganjil Materi Pelajaran IPA Fisika Peserta Didik Kelas VIII SMPN
30 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015
NO
|
Nilai
|
VIII A
|
VIII
B
|
VIII
C
|
VIII
D
|
VIII
E
|
Jumlah
peserta didik
|
Presentase
%
|
1.
|
90 – 99
|
1
|
2
|
8
|
3
|
5
|
19
|
5%
|
2.
|
80 – 89
|
4
|
6
|
5
|
7
|
6
|
28
|
7%
|
3.
|
70 – 79
|
5
|
6
|
9
|
9
|
7
|
36
|
25%
|
4.
|
60 – 69
|
13
|
11
|
10
|
10
|
9
|
53
|
35%
|
5.
|
50 – 59
|
12
|
10
|
3
|
7
|
7
|
39
|
28%
|
Jumlah
|
35
|
35
|
35
|
35
|
34
|
174
|
100%
|
Sumber Data: hasil prasurvei SMPN 12
Bandar Lampung
Data di atas menunjukkan
hasil belajar siswa yang telah dicapai, hanya 25% peserta didik yang mampu mencapai KKM, yaitu dengan nilai
KKM 70, sedangkan 75% siswa masih belum mencapai nilai yang sesuai harapan. Data di atas adalah data kemampuan kognitif, yang menjadi acuan
dasar dalam mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep peserta didik di SMPN 30
Bandar Lampung karena pada hakikatnya pemahaman konsep mempunyai hubungan
sangat erat dengan kemampuan kognitif.
Fisika merupakan mata pelajaran yang
berkaitan dengan fenomena alam secara sistematis. Selain itu pembelajaran
fisika juga melibatkan peserta didik secara aktif untuk interaksi dengan objek
konkrit. Dilihat dari pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik di lapangan
terdapat kecenderungan bahwa proses belajar mengajar dikelas berlansung secara
klasikal dan hanya tergantung pada buku teks dengan model pembelajaran
konvensional (ceramah dan diskusi) yang
menitik beratkan proses mengahafal dari pada pemahaman konsep, sehingga
pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi peserta didik.
Materi fisika yang digunakan dalam
penelitian ini adalah getaran dan
gelombang. Pemilihan materi ini dilakukan kerena konsep ini banyak
dijumpai didalam kehidupan sehari-hari, namun sering peserta didik mengalami kesulitan dalam
memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan getaran dan gelombang. pembelajaran
berbasis kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan
sehari-hari dapat membantu peserta didik memahmi konsep-konsep getaran dan
gelombang dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik supaya
hasil belajar yang di harapkan dapat diperoleh lebih baik.
Aspek yang mendasar yang dimiliki fisika
adalah eksitensinya sebagi pengetahuan yang lahir dari pengamatan dan
fakta-fakta. Artinya dalam memahami sesuatu tentang gejala alam, fisika selalu
mendasarkan kegiatan pengamatan atau observasi dan memperoleh kebenaran secara
empiris melalui panca indra. Dari pengamatan dan fakta-fakta inilah terbentuk
konsep-konsep fisika yang mendasar terbangunnya ilmu fisika.[3] Oleh
karena itu untuk mentransfer konsep-konsep fisika dari guru ke peserta didik
seharusnya juga memberikan penekanan pada kegiatan-kegiatan pengamatan secara
lansung. Hal ini dimaksudkan agar terbentuk konsepsi yang jelas dan benar
secara keseluruhan. Disamping itu pengamatan secara lansung mempunyai manfaat
bagi penataan struktur kognitif peserta didik. Sebelum memasuki pembelajran
fisika, peserta didik sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang
berhubungan dengan fisika. Pemenuhan komponen-komponen pokok pengajaran sebagi
tuntutan yang mendasar harus mengacu kepada hakikat sains yakni bersifat
konvensional.
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual
melibatkan para peserta didik dalam aktivitas penting yang membantu mereka
mengaitkan pembelajaran akademis dengan konteks kehidupan yang nyata yang
mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, peserta didik melihat makna didalam
tugas sekolah. Ketika peserta didik menemukan permasalahan yang menarik, ketika
mereka membuat pilihan, menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik
kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh,
merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka
mengaitkan isi akdemis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dengan cara ini
mereka menemukan makna.[4]
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa sulitnya peserta didik dalam memahami konsep pembelajaran
fisika, dan model yang digunakan guru dalam pembelajaran dikelas masih
menggunakan model konvensional. Hal ini
menjadikan peserta didik dalam proses pembelajaran kurang efektif.
Situasi pembelajaran akan lebih aktif jika ditunjang dengan model pembelajaran
serta media pembelajaran yang sesuai dan bisa berpengaruh pada ke hasil kognitif peserta didik. Menurut
penulis salah satu alternatif yang dapat digunakan dengan adanya masalah pembelajaran
diatas adalah dengan menggunakan model contextual teaching and learning
(ctl), model contextual teacing learning ini menekankan kepada proses penyampaian
materi secara verbal dari seorang pendidik kepada peserta didik dengan maksud
agar peserta didik dapat menguasai pelajaran secara optimal serta melatih
peserta didik mandiri dalam setiap tugas yang diberikan pendidik. Oleh karena
itu model contextual teacing and learning
merupakan suatu
proses pembelajaran holistik
yang bertujuan untuk membelajaran
peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik
berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural.
Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat
diaplikasikan dan ditranfer dari satu konteks permasalahan yang
satu ke permasalahan yang lainnya.
Menurut E.B.jhonson “menyebutkan pembelajaran kontektual
adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu
menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang
mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka
bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka
miliki sebelumnya.”[5]
Berdasarkan
pendapat
di atas disimpulkan bahwa Pembelajaran yang
dilaksanakan melalui model kontekstual diharapkan mampu mengubah cara belajar
peserta didik yang selama ini lebih banyak bersifat menunggu informasi dari
guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan terbiasanya peserta didik belajar
belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari, diharapkan kualitas dan
pemahaman konsep peserta didik lebih baik.
Menyadari begitu pentingnya proses
pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik , maka
penulis menarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Model
Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap
Pemahaman konsep Fisika Peserta didik Kelas VIII SMPN 30 Bandar Lampung Mata
Pelajaran Getaran dan Gelombang“
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah di
kemukakan dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
1.
Rendahnya
tingkat pemahaman peserta didik.
2.
Peserta
didik belum mampu menerapkan pembelajaran dalam memecahkan
masalah
sehari-hari yang kontekstual.
3.
Dalam
proses pembelajaran peserta didik kurang aktif.
4.
Belum
tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam kegiatan
belajar peserta
didik.
C. Pembatasan
masalah
Untuk menghindari terlalu
luas masalah dalam penelitian ini, maka penulis memberi batasan sebagai berikut:
1.
Model
pembelajaran kontekstual yang digunakan merujuk pada pandangan Elaine
B.
Johnson yaitu pembelajaran yang
bermakna.
2.
Materi
yang akan diajarkan adalah materi Getaran dan Gelombang, dan hasil penelitian ini
yang akan dilihat adalah pemahaman konsep, peserta didik kelas VIII A dan VIII B
SMPN 30 Bandar Lampung T.P 2014/2015.
D. Rumusan
Masalah
Masalah yang
akan diteliti pada penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
“Adakah pengaruh Contextual
Teaching and Learning (CTL) terhadap
pemahaman konsep fisika peserta didik SMPN 30 Bandar Lampung kelas VIII pada
mata pelajaran getaran dan gelombang?”
E.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap
penguasaan konsep fisika siswa pada mata pelajaran getaran dan Gelombang di kelas VIII SMP N 30 Bandar Lampung.
F. Manfaat
Penelitian
Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1.
Bagi
guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran khususnya pada pembelajaran fisika dengan
menggunakan Model Contectual Teaching and Learning (CTL).
2.
Bagi
pendidik, penelitian ini dapat dijadikan masukan atau sumbangan pemikiran dalam
pelaksanaan dan pengembangan
kegiatan pembelajaran di sekolah.
3.
Bagi
peserta didik, penelitian ini diharapkan memudahkan peserta didik dalam
memahami dan menguasai fisika melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Deskripsi
Teori
Teori yang akan dideskripsikan
pada bab ini adalah (1) Hakikat belajar, (2) model pembelajaran, (3) Model
Contextual Teaching and Learning (4) Proses kontekstual tersusun oleh delapan
komponen, (5) Karakteristik pembelajaran kontekstual, (6) Prinsip pembelajaran
kontekstual (7) Komponen pembelajaran kontekstual (8) Kelebihan dan kekurangan
model kontektual teaching and learning, (9) Pemahaman konsep, (10) Prinsip
belajar kognitif.
1.
Hakikat belajar dan Pembelajaran
Hakikat
Belajar Belajar adalah aktivitas yang yang dapat menghasilkan perubahan dalam
diri seseorang baik secara aktual maupun potensial, perubahan yang didapat
sesungguhnya adalah kemampuan yang beru ditempuh dan dalam jangka waktu yang
lama, perubahan ini terjadi karena adanya usaha dari dalam diri setiap individu.
Menurut Gagne mendefinisikan “belajar
sebagi suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan
kecenderungan menusia seperti sikap, minat atau nilai dan perubahan kemampuan
yakni peningkatkan kemampuan untuk
melakukan berbagai jenis performance
(kinerja). Sedangkan menurut Sunaryo belajar merupakan suatu kegiatan dimana
seseorang atau menghasilkan perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dan
pengetahuan, sikap, keterampilan”.
Jika disimpulkan dari kedua pendapat
diatas, belajar adalah suatu peroses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan syarat
bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adnya kematangan ataupun
perubahan sementara karena suatu hal.
Prinsip
yang harus diperhatikan dalam belajar meliputi:
a.
Perinsip kesiapan
Tingkat
keberhasilan belajar tergantung pada kesiapan pelajar.
b. Tingkat
keberhasilan
Belajar juga tergantung pada kmampuan
pelajar mengasosiasikan atau
hubungan-hubungan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah ada dalam
ingatan: pengetahuan yang sudah dimiliki, pengalaman, tugas yang kan datang,
masalah yang pernah dihadapi.
c.
Perinsip latihan
Pada dasarnya mempelajari sesuatu itu
perlu berulang-ulang atau diulang-ulang, baik mempelajari pengetahuan maupun
keterampilan. Bahkan juga dalam kawasan efektif.
d.
Perinsip efek (akibat)
Situasi
emosional pada saat belajar akan mempengaruhi hasil belajarnya. Sedangkan hakikat pembelajaran dapat didefinisikan
sebagi suatu sistem atau proses pembelajaran subjek didik/pembelajar yang
direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar
subjek didik/pembelajar dapat mencapai
tujuan pembelajaran secara
efektif dan efesien.
Pembelajaran juga dapat
dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran
dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumalah komponen
yang terorganisasi antara lain tujuan tujuan pembelajaran, meteri pembelajaran,
strategi, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian
kelas, evalusi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran. Kedua pembelajaran dipandang sebagi suatu proses, maka
pembelajaran merupakan rangkaian upaya kegiatan guru dalam rangka membuat
peserta didik belajar. Proses tersebut meliputi:
a.
Persiapan, dimulai dari perencanaan
program pembelajaran.
b.
Melaksanakan kegiatan pembelajaran
dengan mengacu pada persiapan
pembelajaran yang telah dibuat.
c.
Menindak lanjuti pembelajaran yang telah
dikelola.[6]
2.
Model Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh pendidik di kelas memerlukan suatu
Model pembelajaran yang konseptual agar
tercipta kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan tujuan pembelajaran
bisa berjalan dengan baik.
Model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan
yang dapat dipahami sebagai suatu tipe atau desain, suatu deskripsi atau
analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuai atau tidak
dengan lansung diamati.[7]
Model pembelajaran yaitu
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Munculnya
pembelajaran sesuai ketidak mampuan sebagai peserta didik menghubungkan apa yang
mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan tersebut pada saat dan
kemudian hari dalam kehidupan manusia.[8]
Fungsi model pembelajaran adalah sebagi pedoman bagi perancang pengajaran dan
para guru dan melaksanakan pembelajaran.
Dari
pendapat diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pembelajaran yang akan
dilaksanakan dikelas memerlukan perencanaan secara sistematis dan dievaluasi
agar pembelajaran yang direncanakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dapat
tercapai secara efektif dan efisien.
3. Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
a.
Pengertian
pembelajaran kontextual
Dalam
pengertian etimologi kata kontextual berasal dari bahasa inggris,
Contextual, yang
berarti mengikuti konteks, atau dalam
konteks. Secara umum kata kontextual berarti, sesuatu yang
berkenan, relevan dan hubungan atau kaitan lansung, mengikuti konteks atau sesuatu yang membawa
maksud, makna dan kepentingan.[9]
Sedangkan secara
terminologi, pengertian pembelajaran
kontekstual yaitu menurut E.B. Jhonson menyebutkan bahwa “pembelajaran
konstektual adalah
suatu sistem pembelajaran yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu
menyerap pelajaran apabila mereka mengkap makna dalam materi akademis yang
mereka terima, dan mereka mengkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka
mengaitkan informasi-informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang
sudah mereka miliki sebelumnya”
Pembelajaran kontekstual ini menekankan
keterlibatan peserta didik secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari
dan mampu mengaitkan materi yang mereka peroleh dari guru kedalam kehidupan nyata.model
pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menghubungkan antara
materi ajar dengan kehidupan nyata peserta didik. baik yang berhubungan dengan
lingkungan pribadi,sosial, agama, maupun budaya yang ada. Sehingga pembelajaran
menjadi lebih bermakna.
4. Karakteristik Pembelajaran
Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual memiliki beberapa Karakteristik yang khas yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran
yang lain.
Menurut muslich pembelajaran
kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.
Pembelajaran dilakukan dengan autentik,
yaitu pembelajaran yang diarahkan
pada
ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau Pembelajaran yang dilaksanakan
dalam lingkungan alamiah.
b.
Pembelajaran memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengerjakan tugas-
tugas yang bermakna.
c.
Pembelajaran dilaksanakan dengan
memberikan pengalaman bermakna bagi
siswa.
d.
Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja
kelompok, berdiskusi saling intropeksi
antar
teman.
e.
Pembelajaran memberikan kesempatan untuk
menciptakan rasa kebersamaan,
kerjasama, dan saling memahami secara
mendalam.
f.
Belajar dilaksanakan
secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja
sama.
g.
Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi
menyenangkan.[10]
Selanjutnya
sanjaya menyebutkan karakteristik utama pembelajaran kontekstual sebagai
berikut:
Dalam
pembelajaran merupakan proses menghidupkan kembali pengetahuan yang sudah ada
atau yang sudah di pelajari, dengan demikian pengetahuan yang diperoleh siswa
memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam pembelajaran merupakan pembelajaran
dalam rangka memperoleh pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara
keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya. Pengetahuan yang juga diperoleh
oleh siswa tidak hanya untuk dihafal melaikan untuk dipahami. Kemudian di
praktikkan atau diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehingga tampak perubahan
pada prilaku siswa.[11]
5.
Prinsip-prinsip
pembelajaran kontekstual
Perinsip
pembelajran kontekstual menurut Menurut Eliane B. Jhonson ada tiga prinsip
ilmiah pembelajaran kontekstual, yaitu:
a.
Prinsip kesaling bergantungan
Prinsip kesaling bergantungan mengajak para pendidik
untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa
mereka, dan masyarakat serta lingkungan. Prinsip kesaling tergantungan ada
dalam segalanya sehingga memungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang
bermakna. Prinsip kesaling tergantungan memungkinkan kita memasangkan tujuan yang
jelas mendukung kerjasama, dengan kerjasama para siswa terbantu dalam
menyelsaikan persoalan dan masalah yang dihadapi, serta dapat mencari solusi
dari masalah tersebut bersama-sama yang menuntun pada keberhasilan.
b.
Prinsip deferensiasi
Prinsip
deferensiasi mendorong alam semesta menuju keagamaan yang tak terbatas, dan hal
itu menjelaskan kecenderungan entitas-entitas yang berbeda untuk berkerjasama
dalam bentuk yang disebut simbiosis. Jika para pendidik percaya dengan prinsip
deferensiasi yang dinamis ini meliputi semua sistem kehidupan maka mereka pasti
ingin mengajar dengan prinsip itu. Mereka akan melihat prinsip itu menuju
kreatifitas, keunikan, keragaman, dan kerja sama.
c. Prinsip
pengaturan diri
Prinsip
pengaturan diri meminta kepada para pendidik untuk mendorong kepada semua siswa
untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan prinsip ini, sasaran
utama pembelajaran kontekstual adalah membantu para siswa mencapai keunggulan
akademik, memperoleh ketarampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan
cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan
pribadinya. Ketika para siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka, mereka
terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Dalam keadaan
tersebut, para siswa menemukan minat mereka. Mereka menemukan siapa diri mereka
sebanarnya dan apa yang bisa mereka lakukan. Mereka menciptakan diri mereka
sendiri.[12]
6.
Secara
garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:
a. Mengembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
b. Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Mengebangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Menciftakan
masyarakat belajar (belajar dengan kelompok-kelompok).
e. Mengahdirkan
model sebagai contoh pembelajaran.
f. Melakukan
reflaksi diakhir pertemuan
g. Melakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara[13]
7. Komponen-komponen pembelajaran
kontekstual
Pembelajaran kontektual
memiliki konponen-konponen dimana konponen itu tersusun menjadi tujuh konponen
yang akan di jelaskan sebagai berikut:
a) Konstruktivisme
Siswa harus menemukan dan menstranformasikan suatu
informasi kompleks kesituasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu
menjadi proses mengkstruksikan bukan menerima pengetahuan. Delam pandangan
Konstruktivisme, strategi memperoleh
lebih diutamakan dibandingakan beberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat
pengetahuan untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:
(1). Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2). Memberi
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; (3). Menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b) Bertanya
Pengetahuan yang
dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan
strategiutama pembelajaran yang berbasis pembelajaran kontekstual dalam sebuah
pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk (1). Menggali
informasi; (2). Mengecek pemahaman siswa; (3). Membengkitkan respon pada siswa
; (4). Mengetahui sehjauh mana keingin tauhaun siswa; (5). Mengetahui hal-hal
yang sudah diketahui siswa; (6). Memfokuskan perhatian siswa;(7). Membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari peserta didik.
c) Menemukan.
Menemukan
bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan kegiatan kontekstual.
Pengetahuan yang diperoleh bukan hanya dari mengingat saja tetapi hasil
menemukan. Siklus inquiri adalah: 1.Observasi. 2. bertanya. 3. Mengajukan
dugaan. 4. Pengumpulan data. 5. Menyimpulkan. Adapun langkah-langkah menemukan
sendiri adalah: 1. Meruuskan suatu masalah dalam mata pelajaran. 2. Melakukan
pengamatan. 3. Analisis penyajian hasil tulisan. 4. Mengdiskusikan hasil karya
pada teman satu kelas.
d). Masyarakat belajar.
Dengan
pendekatan kontekstual, guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam
kelompok-kelompok belajar. Peserta didik
dibagi dalam kelompok-kelompok yang jumlahnya hetrogen. Yang pandai
mangajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat
menangkap mendorong yang lambat. Kelompok peserta didik biasa sangat bervariasi
bentuknya dan juga jumlahnya. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok yang
terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Saling memberi informasi
kepada teman kelompoknya.
e). Pemodelan
Dalam
sebuah pembelajaran ketermapilan dan pengetahuan tertentu, ada model yang bida
ditiru, untuk memberikan cntoh dalam mengerjakan sesuatu dalam belajar,
kegiatan itu tersebut pemodelan. Dalam pendekatan kontekstual guru bukan
satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa untuk menjadi
model terhadap teman-temannya.
f). Refleksi
Refleksi
adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari, siswa mengedapankan apa
yang baru dipelajarinya sebagi struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon
terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Dengan kata
lain refleksi adalah sesuatu pembenahan diri proses belajar yang telah atau
baru dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahn siswa dalam belajar
dapat diperbaiki.
g).Penilaian
nyata
Penilaian
nyata atau assessment adalah proses pengumpulan data yang biasa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Karena assessment menekankan proses
pembelajaran. Maka data dapat dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata
yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Data diambil
ketika baik didalam kelas maupun diluar kelas, itulah yang disebut data
autentik. Karakteristika data assessment adalah:
(1).
Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlansung. (2).biasanya
digunkan untuk formatif dan sumatif. (3). Mengukur ketrampilan dan performansi.
(4).Berkesinambungan. (5).terintegragrasi. (6).Dapat digunakan sebagi timbal
balik.[14]
8.
Kelebihan dan kekurangan Model Conextual Teaching and Learning (CTL)
Model Conextual Teaching and Learning hakikatnya memiliki kelebihan dan
kekurangan dimana kelebihan dan kekurangan didalam pembelajaran itu akan saling
melengkapi kelebihan dan kekurangan itu sendiri akan dijelaskan sebagi berikut:
a. Kelebihan
ü Pembelajaran menjadi lebih bermakna
dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
bukan saja bagi siswa materi itu akanberfungsi secara fungsional, akan tetapi
materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak
akan mudah dilupakan.
ü Pembelajaran lebih produktif dan
mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL
menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui “memahami” bukan “menghafal”.
b. Kekurangan/kelemahan
ü Guru
lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak
lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran
guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya.
ü Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi– strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap
siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.[15]
9.
Perbedaan Model CTL dengan pembelajaran konvensional.
memahami
model CTL dengan pembelajaran konvensional Menurut wina sanjaya terdapat
Perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional
Tabel 2
Perbedaan CTL dengan pembelajaran
konvensional
No
|
Pembelajaran CTL
|
Pembelajaran konvensional
|
1.
|
Siswa terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran.
|
Siswa penerima informasi secara
pasif.
|
2.
|
Siswa belajar dari teman melalui
kerja kelompok, diskusi dan saling mengoreksi.
|
Siswa belajar secara individual.
|
3.
|
Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan.
|
Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis.
|
4.
|
Bahasa diajarkan dengan pendekatan
komulatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
|
Bahasa diajarkan dengan pendekatan
struktural, rumus diterangkan sampai paham.
|
5.
|
Siswa menggunakan kemampuan
berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses
pembelajaran yang efektif, dan membawa skema masing-masing kedalam proses
pembelajaran.
|
Siswa secara pasif menerima rumus
atau akidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghapal) tanpa memberikan
kontribusi ide dalam proses pembelajaran.
|
6.
|
Pengetahuan yang dimuliki menusia
dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciftakan atau membangun
pengetahuan dengan cara memahami penaglaman,
|
Pengetahuan adalah penangkapan
terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada diluar diri
sendiri.
|
7.
|
Hasil belajar diukur dengan
berbagai cara, seperti :proses bekerja, hasil karya, penampilan, tes dan
lain-lain.
|
Hasil belajar diukur dengan tes.
|
8.
|
Pembelajaran terjadi diberbagai
tempat, konteks dan setting.
Prilaku dibangun atas kesadaran diri.
|
Pembelajaran hanya terjadi dalam
kelas.
|
9.
|
Siswa terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran.
|
Prilaku dibangun atas kebiasaan.[16]
|
10.
Pemahaman Konsep
Pemahaman konsepdalam proses
mengajar, merupakan hal terpenting karena pencapaian pada tujuan yaitu agar
siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya. Kemampuan
pemahaman ini merupakan hal yang sangat fundamental, karena denganpemahaman
akan dapat mencapai pengetahuan prosedur.
Menurut
Purwanto pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu
memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Sementara
Mulyasa menyatakan “bahwa pemahaman
adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu”. Selanjutnya
Ernawati mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman adalah “kemampuan
menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang
disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami,mampu memberikan interpretasi
dan mampu mengklasifikasikannya”.
Menurut Virlianti mengemukakan bahwa “pemahaman adalah
konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka
mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan
konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait”.
Berdasarkan pengertian pemahaman diatas, penulis menyimpulkan pemahaman
adalah suatu cara yang sistematis dalam memahami dan mengemukakan tentang
sesuatu yang diperolehnya.[17]
Sedangkan Pemahaman konsep
Fisika“kemampuan pehamanan umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar
mengajar.siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, atau
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat dimanfaatkan isinya tanpa
keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain.’’[18]
Pemahaman berasal dari
kata paham dalam kamus bahasa indonesia diartikan menjadi benar. Seseorang
dikatan paham terhadap suatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar dan
mampu menjelaskannya.
“Benyamin
S Bloom memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor.’’[19]
pemahaman termasuk pada kawasan kognitif.
Pemahaman merupakan tipe belajar yang
lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan. Pemahaman dapat dibedakan
kedalam 3 katagori, yaitu:
1.
Tingkat terendah adalah pemahaman
terjemahan, urai dari penerjemahan dalam
arti yang sebenarnya dan mengartikan dan
menerapkan prinsip-prinsip.
2.
Tingkat kedua adalah pemahaman
penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian
terendah dengan yang diketahui berikutnya
atau menghubungkan beberapa bagian
grafik dengan kejadian, pembedakan yang
pokok dengan yang tidak pokok.
3.
Tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan
eksplorasi , berarti seseorang
mempu melihat dibalik yang ditulis, dapat
membuat estimasi, prediksi berdasarkan
pada pengertian dan kondisi yang
diterangkan dalam ide-ide atau syimbol, serta
kemampuan membuat kesimpulan yang
dihungungkan dengan implikasi dan
konsekuensinya.[20]
Bedasarkan taksonomi
bloom, pemahaman merupakan jenjang kognitif C2 yang
dalam bahasa inggris disebut comprehenson,
istilah ini kemudian pengalami perluasan makna menjadi understanding.
Konsep merupakan bentuk
abstrak dari suatu prinsip atau teori yang bisa dipahami dan dijabarkan baik
secara implisit maupun eksplisit.
Berdasarkan revisi taksonomi bloom
yang dikemukakan oleh anderson dan krathwohl terdapat 7 indikator yang dapat
dikembangkan dalam tingkatan proses kognitif pemahaman konsep (understanding). Ke-7 indikator ini akan
disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3
Katagori dan proses kognitif pemahaman[21]
Katagori
dan proses kognitif( catagories
&kognitive proceses)
|
Indikator
|
Definisi (definition)
|
Pemahaman
(understand)
|
Membangun
makna berdasarkan tujuan pembelajaran, mencakup, komunikasi oral, tulisan dan
grafis(construct meaning from
instructional messages, including oral, written, and graphic communication)
|
|
1.
Interpretasi
(interpreting)
|
ü Klarifikasi
(clarifying)
ü Paraphrasing
(prase)
ü Mewakilkan
(representing)
ü Menerjemahkan
(transleting)
|
Mengubah
dari bentuk yang satu kebentuk yang lain (changging
from one form of refresentation to another)
|
2.
Mencontohkan
(exemplifying)
|
ü Menggambarkan
(illustrating)
ü Instantiating
|
Menemukan
contoh khusus atau ilustrasi dari suatu konsep atau prinsip (finding a specific example or ilustration
of a concept or principle)
|
3.
Mengklasifikasikan
(classifying)
|
ü mengkatagorisasikan
(categorizing)
ü subsuming
|
Menentukan
sesuatu yang dimiliki suatu katagori (determining
that something belongs to a category)
|
4.
mengeneralisasikan (summarizing)
|
ü mengabstraksikan
(abstracting)
ü mengeneralisasikan
(generalizing)
|
Pengabstrakan
tema-tema umum atau poin-poin utama (abstracting
ageneral theme or major poin(s))
|
5.
inferensi (inferring)
|
ü menyimpulkan (concluding)
ü mengektrapolasikan
(extrapolating)
ü menginterpolasikan
(interpolating)
ü memprediksikan
( predicting)
|
Menggambarkan
kesimpulan logis dari informasi yang disajikan ( drawing a logical conclusion from from presented information)
|
6.
membandingkan (comparing)
|
ü mengontraskan (contrasting)
ü memetakan (mapping)
ü menjodohkan (metching)
|
Mencari
hubunganan antara dua ide , objek atau hal-hal serupa (detecting correspondences between two ideas, object and the like)
|
7.
menjelaskan
( explaining)
|
ü
mengkronstruksi model (constructing models)
|
mengkronstruksi
model akibat dari suatu sistem (constructing
a cause and effect model of a system
|
11.
Prinsip
belajar kognitif
prinsip belajar
kognitif yaitu “belajar kognitif melibatkan proses pengenalan atau penemuan”
belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan
masalah, dan keterampilan memecahkan masalah dan selanjutnya membentuk prilaku
baru. Berpikir, menalar, menilai, dan berimajinasi merupakan aktivitas mental
yang berkaitan dengan proses belajar kognitif.
Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam belajar kognitif:
a.
Perhatian harus dipusatkan pada
aspek-aspek lingkungan yang relaven sebelum.
proses kognitif terjadi
b.
Hasil belajar kognitif akan bervariasi
pada saat peserta didik sesuai perbedaan
dan tarap perkembangan kognitifnya.
c.
Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan
kata, kemampuan membaca,
percakapan,
dan pengalaman berpengaruh lansung terhadap proses belajar kognitif.
d.
Pengelaman belajar harus diorganisasikan
kedalam satuan-satuan atau unit-unit
yang sesuai.
e.
Penyajian konsep yang bermakna sangat
berpengaruh dalam proses kognitif.
f.
Prilaku pencarian, penerapan,
pendefinisian, dan penilaian sangat diperlukan untuk
menguji bahwa suatu konsep benar-benar
bermakna.
g.
Dalam memecahkan masalah, peserta didik
harus dibantu untuk mendefinisikan
dan
membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, penafsiran dan
penganalisa masalah, serta memberikan kemungkinan untuk berpikir.
h. Perhatian lebih
terhadap hasil kognitif akan memungkinkan proses pemecahan
masalah, analisis,sintesis dan penalaran.[22]
B. Deskripsi
materi fisika
Dalam penelitian ini materi yang akan
peneliti gunakan adalah materi getaran dan gelombang
`1. Getaran
Getaran adalah:gerak bolak-balik benda secara teratur melalui titik
keseimbangan.Salah satu ciri getaran adalah adanya amplitudo ( simpang
terbesar suatu getaran ).
gambar getaran:
Periode dan frekuensi getaran
Periode adalah
waktu yang di perlukan benda untuk melakukan satu kali getaran.Periode
dinyatakan dalam satuan sekon.
Periode dapat di nyatakan dalam
rumus matematika sebagai berikut.
Ferkuensi adalah jumlah getran dalam satu
sekon. Satuan ferkuensi adalh hertz (Hz)
Frekuensi dapat dinyatakan dalam satuaan matematika sebagai berikut:
Hubungan antara frekuensi da periode
dinyatakan sebagai berikut:
Keterangan :
f= ferekuensi
T= periode
1.
gelombang
Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang terjadi
karna adanya sumber getaran. Pada perambatanya gelombang merambatkan energy
gelombang, sedangakan perantaranya tidak ikut merambat.menurut zat perantaranya
gelombang di bedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Gelombang mekanik adalah gelombang
yang perambatanya memerlukan medium, contoh gelombang air dan gelombang bunyi.
2) Gelombang elektromagnetik adalah
gelombang yang dalam perambatanya tidak memerlukan medium.contoh gelombang
radio dan gelombang cahaya.
Gelombang transversal dan gelombang
longitudinal
Berdasarkan arah rambat dan arah
getaranya, gelombang dibedakan atas gelombang transversal dan gelombang longitudinal.
1. Gelombang transversal
Adalah gelombang yang arah
rambatanya tegak lurus terhadap arah getaranya. Gelombang transversal berbentuk
bukit gelombang dan lembah gelombang yang merambat. Contoh gelombang pada tali,
permukaan air dan gelombang cahaya.
Gambar
gelombang transversal :
Panjang gelombang pada gelombang
transversal
Panjang gelombang adalah panjang suatu gelombang yang
terdiri dari satu bukit dan satu lembah gelombang.panjang gelombang di
lambangkan dengan lamda, (α) dan satuanya adalah meter.
2. Gelombang
longitudinal
gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya
sejajar dengan arah rambatnya. Gelombang longitudinal berbentuk rapatan dan
renggangan. Contohnya gelombang bunyi.
Gambar gelombang longitudinal :
Sedangkan
Panjang gelombang longitudinal adalahpanjang satu gelombang yang terdiri dari
satu rapatan dan satu renggangan.
ü Peride gelombang (T)
Yaitu waktu yang di perlukan untuk menempuh satu
gelombang,satuanya adalah sekon (s)
ü Frekuensi gelombang((f)
Yaitu jumlah gelombang yang terbentuk
dalam satu detik, satuanya adalah Hz (hertz)
ü Cepat rambat gelombang (v)Yaitu
jarak yang di tempuh gelombang dalam waktu satu detik satuanya adalah
meter/detik (m/s)
Hubungan antara panjang gelombangn,
periode, frekuensi, dan cepat rambat gelombang.
Rumus dasar gelombang adalah: λ = vT atau v = λ/T Dan f = 1/T
maka v = λ f
Keterangan:
v = cepat rambat
gelombang (m/s)
λ = panjang gelombang
(m)
T =
periode (s)
f = frekuensi (Hz) [23]
C. penelitian
yang relavan
Elok sudibyo, pada jurnal pendidikan vol.9 No.1 yang
berjudul pengaruh model kontexstual
teaching and learning terhadap hasil belajar “ banyak peserta didik yang merasa tidak
memerlukan pembelajaran fisika karena mereka beranggapan bahwa pembelajaran ini
tidak bermanfaat dalam kehidupannya dan hasil belajar peserta didik rendah,
oleh karena itu upaya yang dilakukan utnuk meningkatkan hasil belajar peserta
didik yaitu dengan mengaitkan materi fisika dalam kehidupan sehari-hari. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa menerapkan pembelajaran kontekstual tersebut
dapat menuntaskan hasil belajar fisika peserta didik, yaitu peserta didik
VIII-A telah mencapai ketuntasan belajar fisika mencapai 87,3 %. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan hasil peserta didik dalam
pembelajaran fisika. Antara lain:(1) peserta didik menunjukkan sikaf positif
terhadap pembelajaran fisika,(2) antusiasme peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran fisika dapat katagorikan tinggi (3) peserta didik percaya bahwa keberhasilan
atau kegagalan pada mereka sendiri , dan mereka juga terlihat berusaha yang
tinggi.
Lia mardianti pada tahun 2011 pada media pembelajaran dan
ilmu pengetahauan yang berjudul “pengaruh
model contextual teaching and learning terhadap pemahaman konsep bunyi di
SMP”. Nilai rata-rata pada pelajaran fisika selalu paling rndah dan tidak
pernah mencapai 6,00 tiap tahun, oleh karena itu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman konsep fisika
dalam proses belajar menagajar yaitu dengan pendekatan inquiri
terpimpin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan inquiri murni
masih terasa berat pada peserta didik SMP. Hal ini terbentur pada alat-alat
laboratorium, kemampuan dan pengetahuan peserta didik yang belum memadai serta
keterbatasan alokasi waktu yang tersedia.
D. Kerangka
pikir
Pada saat proses pembelajaran
berlansung, nampak beberapa atau sebagian besar peserta didik sulit untuk
memahami pembelajaran fisika. Selama pembelajaran guru belum memberdayakan
potensi yang ada pada dirinya yang digunakan didalam pembelajaran biasanya guru
menggunakan model konvensional yang sudah sering di terapkan kepeserta didik
setiap kali pembelajaran dikelas dimana model konvensional ini guru menjelaskan
peserta didim mendengarkan dengan mencatat dan dalam penyampaian materi yang
diberikan belum dikaitan kedalam konteks kehidupan peserta didik, didalam
penelitian ini model konvensional yaitu dengan menggunakan kelas kontrol
sedangan model contextual teaching and learning kelas eksperimen. sehingga
sebagian besar peserta didik belum mencapai kompetensi ndividual yang
diperlukan untuk memahami pembelajaran yang sedang berlansung. Beberapa pesrta
didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman , peserta didik baru enghapal
fakta, konsep, prinsip hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat
ingatan ,mereka belum dapat menggunakan dan menerapkan secara efektif dalam
mengaitkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari kontekstual. Oleh karena
itu perlu adanya upaya meningkatkan pemahaman pesrta didik dengan cara membuat
pembelajaran menjadi bermakna yaitu pemebelajaran kontekstual.
Meteri fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah
getaran dan gelombang pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banayak
dijumpai didalam kehidupan sehari-hari, namaun sering peserta didik mengalami
kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan getaran dan
gelombang. Pembelajaran berbasis kontekstual yang sanantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari dapat membantu
peserta didik memahami konsep-konsep getaran dan gelombang dan meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil kognitif yang diperoleh lebih baik.
Pembelajaraan kontekstual bertujuan
untuk membantu peserta didik dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata peserta didik dan membuat hubungan anatar
pengetahuan yang dimiliki dengan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelakjaran kontekstual diharapkan membantu proses belajar mengajar agar
lebih efektif, menarik dan bermakna sehingga dapat meningkatkan pemahaman
konsep peserta didik.
Gambar
kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Hipotesis penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir yang
telah dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis terhadap masalah yang dikaji,
yakni terdapat pengaruh pembelajaran fisika pada konsep getaran dan gelombang
dengan menggunakan model kontextual terhadap pemahaman peserta didik.
b. hipotesis statistik
hipotesis statistik yang akan
diujikan pada penelitian ini adalah:
untuk uji”t”
H0 :µE=µk
Ha : µE> µk
Keterangan:
µE= Nilai rata-rata pamahaman peserta didik kelompok eksperimen
µk: Nilai rata-rata pamahaman peserta didik kelompok kontrol
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Dan Desain
Penelitian
Dalam kegiatan
penelitian ini yang akan penulis lakukan yaitu dengan menggunakan penelitian
metode Quasi Eksperimen yaitu metode
penelitian yang mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak berfungsi sepenuhnya
untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen. [24]Dalam
penelitian kuasi eksperimen tidak dilakukan rondominasi untuk memasukkan subjek
ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol melainkan menggunakan
kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya.
Desain penelitian ini adalah Nonequivalent control group design[25]
Desain ini digunakan sebagi berikut.
Tabel 4
Desain
Penelitian Quasi Eksperimen
Kelompok
|
Pretest
|
Perlakuan (x)
|
Posttest
|
Eksperimen
|
O1
|
XE
|
O2
|
Kontrol
|
O1
|
XK
|
O2
|
Keterangan
:
O1 = pretest
yang diberikan kepada kelas kontrol dan eksperimen.
O2 = posttestyang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas
eksperimen kelas eksperimen
diberikan angket.
XE = Perlakuana terhadap kelompok eksperimen
terhadap kelompok eksperimen berupa pembelajaran
kontekstual
XK = perlakuan terhadap kelompok
kontrol berupa pembelajaran konvensional
B.
Variabel
Penelitian
Variabel Penelitian ini terdiri dari dua Variabel yaitu:
1.
Variabel bebas (X)
Variabel bebas yaitu
Variabel yang mempengaruhi adalah pengaruh penggunaan model Contextual Teaching Learning.
2. Variabel
terikat (Y)
Variabel terikat yaitu
Variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas. Adapun Variabel terikat dalam pelaksanaan penelitiannya adalah pemahaman
konsep dari belajar Fisika peserta didik.
Pengaruh antara variabel bebac (X)
dengan variabel terikat (Y) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar pengaruh
variabel X dengan Y
Keterangan: X= Pengaruh model Contextual
Teaching Learning
Y=
pemahaman konsep peserta didik .
C. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya[26].
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas VIII SMP N 30 Bandar Lampung, yang berjumlah 163
pesera didik yang tersebar di 5 kelas.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah
populasi yang terpilih untuk sumber data. Sampel yang diambil dalam penelitian
ini adalah dua kelas yaitu, kelas VIII A (35 peserta didik ) sebagai kelas
eksperimen dan VIII B ( 38 peserta didik
) sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang menggunakan Model
contextual teaching and learning, sedangkan kelas kontrol kelas yang tidak
menggunakan Model contextual teaching and learning.
D. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian yang dilakukan di SMP N 30 Bandar
Lampung kelas VIII semester 2 (genap) T.P 2014/2015.
E. Metode pengumpulan data
Metode yang digunakan
penulis dalam pengumpulan data yaitu
1.
Test
Tes merupakan teknik
pengambilan data yang diambil dari jawaban atas soal soal yang telah diberikan.
Dengan demikian dapat menjadi tolak ukur keberhasilan penggunaan model Contextual Teaching Learning, test
merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru pada setiap akhir
penyajian materi pembelajaran.[27]
2.
Obeservasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data
dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlansung dan mencatat
dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diteliti, seperti keadaan
sekolah, serta kegiatan belajar mengajar didalam kelas.
3.
Wawancara
Wawancara merupakan
teknik pengumpulan data peneliti dengan
mengajukan
pertanyaan oleh wawancara kepada responden, dan jawaban responden dicatat atau
direkam oleh pihak wawancara. Jadi dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan
cara menghimpunkan bahan-bahan keterangan untuk mendapatkan suatu informasi
dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.[28]
4.
Dokumentasi
Dokumentasi, digunakan untuk memperoleh
data yang telah di dokumentasikan, seperti nilai hasil belajar peserta didik,
jumalah peserta didik, yang berhubungan dengan penelitian.
5.
Angket
Angket merupakan sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari proses
belajar peserta didik. Angket yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
sejumalah lembaran pertanyaan atau pernyataan yang diajukan kepada peserta
didik untuk dijadikan data apakah peserta didik merasa senang bila belajar
didalam kelas menggunakan model Contextual teaching and learning, dalam artian
akan melihat respon peserta didik terhadap model yang
diterapkan pada saat proses belajar
didalam kelas.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data penelitian.
Dalam penelitian ini ada 2 instrumen yang digunakan yaitu tes dan non tes.
Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data pemahaman peserta didik, berupa
soal pilihan ganda dengan 4 alternatif
jawaban, sedangkan instrumen non tes digunakan untuk mengetahui respon peserta
didik terhadap pembelajaran kontektual yang telah diterapkan, yaitu menggunkan
instrumen non tes berupa angket/kuisioner
Instrumen non tes dikalibrasi oleh tim
ahli,sedangkan instrumen tes dikalibrasi dengan menguji cobakan melalui
validitas, uji reliabilitas,uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda.
G. Prosedur penelitian
Prosedur
yang akan penulis lakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini dilakukan
penyusunan RPP sesuai dengan materi pokok yang telah ditentukan, menyusun
instrumen penelitian dan melakukan uji coba instrumen serta pengolahan data
hasil uji coba instrumen yang dipakai pada pretest
dan posttest.
2.
Tahap Pengambilan Data
Tahap ini dengan memberikan pretest pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik terhadap
konsep yang akan dipelajari. Sebelum dilaksanakannya proses belajar. Kemudian
dilanjutkan dengan memberikan perlakuan berupa proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kontekstual sesuai RPP yang telah ditentukan
Setelah proses pembelajaran, maka
diadakan posttest.untuk mengetahui
pemahaman konsep peserta didik setelah dilakukan kegiatan belajar serta untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.
Tahap penyelsaian
Tahap penyelsaian merupakan tahap akhir
dari penelitian pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan dan penganalisisan
data hasil penelitian serta menguji hipotesis penelitian sampai pada penarikan
kesimpulan.
Agar lebih mudah dipahami, berikut
peneliti menyajikan prosedur penelitian dalam bentuk bagan dibawah ini
Tabel 5
Bagan Alur
Prosedur Penelitian
|
H.
Uji coba instrumen
Uji coba instrumen dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana kualitas instrumen dalam penelitian ini uji instrumen
dilakukan pada peserta didik diluar kelas eksperimen dan kelas kontrol, kelas
VIII C yang terdiri dari 39 peserta didik. Setelah melakukan uji coba instrumen
langkah selanjutnya adalah mengoalah data hasil uji coba dengan mencari
pembeda, tingkat kesukaran, reabilitas dan validitas.
1.
Uji validitas
Validitas adalah suatu ukuran untuk
menunjukkan tingkat kevaliditasan atau kesahihan suatu instrument.[29]
Sebuah tes dikatakan valid jika memiliki validitas yang tinggi, yaitu apa bila
tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.[30]
Untuk mengetahui indeks validitas dari tes bentuk objektif, dapat dicari dengan
menggunakan rumus:
Keterangan:
=
koefisien korelasi biseral
Mp =
Rerata skor pada tes dari peserta tes yang memiliki jawaban benar
Mt = Rerata skor total
St =
standar devisi skor total
p =
proporsi peserta didik yang menjawab
benar
q =
proporsi peserta didik yang mawab salah
(q=1-p)[31]
Adapun kriteria untuk validitas
butir soal :
0,80 -1,00 : sangat tinggi
0,60 -0,80 : tinggi
0,40 - 0,60 : sedang
0,20 – 0,40 : rendah
2.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan tingkat konsisten
atau kemantapan hasil adari dua pengukuran terhadap hal yang sama, dengan kata
lain reliabilitas dapat diartikan sebagi skor yang diperoleh siswa yang sama
ketika diuji ulang . Sedangkan untuk menguji reliabilitas soal tes dengan
metode kuder Richardson yaitu dengan
menggunakan rumus KR-20[33]
r11= () ()
Keterangan:
r11 = Koofesien reliabilitas
P = Proporsi subjek yang menjawab item dengan
benar
Q = Proporsi subjek yang menjawab item dengan
salah
(q= 1
– p)
⅀pq
= Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n/k
=Banyaknya item
S2 = Standar deviasi dari tes (standar
deviasi adalah akar variasi)
3.
Uji tingkat kesukaran butir soal
Uji tingkat kesukaran butir soal
bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesui dengan kriteriaperangkat soal
yang diharuskan untuk mengukur tingkat kesukaran untuk mengetahui tingkat
kesukaran tiap bitir soal digunakan rumus sebagi berikut[34]
P
Keterangan:
P : Indeks kesukaran
B : Jumlah peserta didik yang menjawab soal tes
dengan benar
JS : Jumlah peserta didik peserta tes
Klasifikasi
indeks kesukaran:
0,00
<IK ≤ 0,30 :Soal sukar
0,30
<IK ≤ 0,70 :Soal sedang
0,70
<IK ≤ 0,10 :Soal mudah
4.
Uji daya pembeda
Uji daya pembeda soal bertujuan untuk
mengetahui kemampuan soal dalam membedakan kemampuan peserta didik. Untuk
mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus berikut.[35]
Keterangan:
DP = Daya Pembeda
BA =Jumalah skor kelompok atas
yang menjawab benar
BB = Jumalah skor kelompok
bawah yang menjawab benar
JA = Jumlah skor maksimum
kelompok atas yang seharusnya
JB =Jumlah skor maksimum
kelompok atas yang seharusnya.
Klasifikasi
Daya Pembeda:
D ≤0 :Sangat jelek
0,00 <D ≤
0,20 : Jelek
0,20 <D ≤
0,40 :Cukup
0,40 <D ≤
0,70 :Baik
0,70 <D ≤
1,00 :Baik sekali
I.
Teknik
Analisis data Penelitian
Untuk penganalisisan data dalam
penelitian ini digunakan uji coba statistik dengan menggunakan uji-t tetapi
sebelumnya dialakukan uji normatif dan uji homogenitas sebagi syarat dapat
dilaksanakannya analisis data.
1.
Pengujian prasyarat analisis data
a.
Uji normalitas
Uji
normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari popilasi
yang berindustri normal. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors.
Langkah-langkah
uji Liliefor adalah sebagi berikut.[36]
1.
Urutkan data sampel dari yang terkecil
sampai yang paling besar
2.
Tentukan nilai Z, tiap-tiap data dengan
rumus:
Keterangan
:
Z1 = Skor baku
X =Nilai rata-rata
X1 = Skor data-i
S =Simpangan baku
3.
Menentukan besar peluang U
4.
ntuk masing-masing nilai Z1 berdasarkan
tabel Z dan sebut dengan F(Z1)
Jika Z1>
0, maka F(Z1) =0,5+nilai tabel
Z1<0,
maka F(Z1) =1-( 0,5-nilai tabel)
5.
Selanjutnya hitung proporsi Z1,Z
2,...,Zn yang lebih atau sama dengan Z, jika proporsi dinyatakan oleh s
(Z), maka:
yang ≤ Z1
6.
Hitung selisih F(Z) –S (Z), kemudian tentukan harga
mutlaknya
|F
(Z) –S(Z)|
7.
Ambil nilai terbesar diantara
harga-harga mutlak selisih tersebut, nilai ini disebut Lo
Lo=
max F (Z) –S(Z)|
8.
Interpretasikan dengan membandingkan
pada tabel L
9.
Kesimpulan
Lo <Lt :Sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Lo >Lt :
Sampel tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi
Normal.
b.
Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk
mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi homogen atau tidak, dan
untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi , Uji homogenitas
yang digunakan adalah uji Fisher.[37]
F ,dimana S2 =
Keterangan:
F : Homogenitas
S12 : Varians terbesar
S22 : Varians terkecil
Adapun kereteria untuk uji
hemogenitasini adalah:
H0 diterima jika Fh<Ft H0=
data memiliki varians homogen
H0 ditolak jika Fh>
Ft H0=
data tidak memiliki varians homogen
c. Uji hipotesis Dengan Menggunakan Uji-t
Pengujian hipotesis
menggunakan uji-t dengan persamaan
t
keterangan:
M :
Nilai rata-rata hasil perkelompok
N :
Banyaknya subjek
X :
Deviasi setiap nilai X2 dan X1
Y :Deviasi
setiap nilai Y2 dan Y1
Dengan:
⅀X2
=⅀X2 ̶ , ⅀Y2
=⅀Y2 ̶
H0 : tidak terdapat
pengaruh pada model Contextual teacing
and learning terhadap hasil kognitif
peserta didik
H1 : terdapat pengaruh pada model Contextual teacing and learning terhadap
hasil kognitif peserta didik.
Adapun kriteria pengujiannya adalah
[38]:
H0 ditolak, jika thitung
> ttabel, dalam hal lain H1 diterima
H0 diterima, jika thitung
> ttabel, dengan α = 0,05 (5%)
Data yang diperoleh dari proses
pembelajaran dianalisis secara deskriptif yaitu hasil yang diperoleh dari hal
sebenarnya dari penelitian dalam bentuk presentase, dengan teknik analisa untuk
ranah kognitif, dan angket yang berkaitan dengan model Contextual teacing and learning adalah sebagai berikut:
a)
Ranah kognitif (berkaitan dengan hasil
belajar peserta didik ) analisis dengan soal-soal test pilihan ganda sebagai
alat evaluasi untuk menilai ranah kognitif adalah sebagi berikut:
X 100
b)
Analisis data pelaksanaan Model Contextual teacing and learning.
Analisa
data jawaban angket kuisioner tentang respon pembelajaran yang diterapkan oleh
guru yang diperoleh respinden, dari intem pertanyaan setiap hasil jawaban yang
diberikan oleh peserta didik kemudian dihitung presentasenya dengan X 100, pertanyaan yang diberikan berjumlah 10
pertanyaan dan alternatif jawaban. Dimana jawaban A (sangat suka ), B(suka), C
( kurang suka) dan D (sangat tidak suka)
[2]
Wawancara Terhadap Guru
Fisika SMP N 30 Bandar Lampung Ibu Arma.
[4]Johnson, Elaine B.2011.contextual teaching learning menjadikan
kegiatan belajar mengajar mengasyikan dan menyengkan.Bandung:Kaifa,h.13
[6] Komala Sari, Kokom, 2010. Pembelajaran Kontektual Konsep dan Aplikasi, Bandung: Pt. Refika
Aditama
[7]Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung,
Alfabeta,2003,h. 10
[8]Komala Sari, Kokom, pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi,
PT Refika Aditama Bandung 2010 h. 1
[9] Heri gunawan . Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam . Alfabeta: Bandung.2012, hlm.248
[10] Ibid, hlm 254-255
[11]Ibid, hlm 255
[12]Elaine B Johnson.Op.cit.
hlm.72-83
[13]Trianto,Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana,
2009,h.111
[14]Syaiful Sagala. Op.
Cit.,hlm 88-91
[16]Wina sanjaya. Op.cit, hlm 258-259
[17] Http:id .Pemahaman Konsep.com Kamis 22 januari
[18]: H.Daryanto Evaluasi Pendidikan , Rineka Cipta,
Jakarta, Cetakkan ke-6,2010, hlm 106
[19]Hamzah B Uno, Perencanaan Pembelajaran, Bumi aksara,
Jakarta, Cetakan Pertama 2006,h. 35
[20]Ian ,pengertian pemahaman, 2010, http//ian43.wordpress.com
/2010/12/17/pengertian pemahaman /,diakes tanggal 10 april 2012
[21]kristiono dan andi suhadi, penyusun dan analisis tes tambahan
(understanding)konsep fisika dasar mahasiswa calon guru, 2010,
http://seminar .uny.ac.id, diakses tanggal 19 januari 2015 pikul13:38
[22]Karwono dan Wularsih Heni, Belajar Dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan
Sumber Belajar Edisi Revisi, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta,2012 Hal 40.
[23] http/www.Materi Getaran dan Gelombang, smp kelas VIII semester genap.
[24]Sugiyono, Metode penelitian penelitian kuantitatif,kualitatif, dan R & D,
Bandung Alfabeta, 2006, hal. 77
[25] Ibid ,hal. 79
[26] Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan
R & D, Bandung:Alfabrtha, 2013, h. 80
[27] Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan Dengan pendekatan Baru,
PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010, hal 42
[28]Sugiyono, Metode penelitian
penelitian kuantitatif,kualitatif, dan R & D, Bandung Alfabeta, 2006, hal
137
[29]
Suharsini Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, PT Bumi
Aksara, Jakarta, 2010, Cet, ke 11, hal 64
[30]Ibid, hal 65
[31] Sumarna Surapanata. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interprestasi hasil Tes,
Bandung Pt Remaja Rosdakarya. 2004, hal 6
[32] Ibid, hal.75
[33]Suharsimi Arikunto,op, cit,hal
100
[34]Sudjana, Metode statistika, Bandung:tarsito, 2005 hal 466
[35]Sudjana, Metode statistika,
Bandung:tarsito, 2005 hal 208
[36]Sudjana, Metode statistika, Bandung: 2009,h. 466
[37] Ibid, hal 314
[38]Suharsimi arikunto, op. Cit hlm
309